Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Reformasi Birokrasi Jokowi Gusur 10 Lembaga Non-Struktural

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak semua kebijakan Jokowi harus dikritisi atau ditolak. Semuanya berpulang pada azas manfaat. Bermanfaat bagi bangsa akan didukung, jika kurang bermanfaat tentu akan dihujani dengan kritik yang konstruktif. Dan untuk kebijakan Jokowi yang berani mmbubarkan 10 lembaga Non-struktural demi menunjang efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah pada publik, kita semua tak ada salahnya memberikan standing applause baik individu maupun berjamaah di kediaman masing-masing.  (Lengkapnya baca di kompas.com)

Bukannya apa-apa. 10 lembaga non-struktural ini menurut saya pribadi tak jelas apa fungsinya. Mirip dengan komisi-komisi yang beredar selama ini dan dulu sempat dilontarkan Ahok untuk membubarkannya. Kita ambil salah satu contoh dari lembaga yang dibubarkan misalnya Komisi Hukum Nasional (KHN). Dari segi kontribusi apa sih yang sudah diberikan KHN ini terhadap masyarakat terutama terhadap negara?  Apakah kehadirannya membuat supremasi hukum di negeri ini menjadi tegak? Apakah peluang terjadinya pelanggaran HAM menghilang?

Memang salah satu tugas KHN adalah memberikan pendapat atas permintaan Presiden. Jika tidak dimintai pendapat artinya tidak bersuara. Tapi gaji dan tunjangan jalan terus, kan? Kalau iya, itu murni pemborosan. Lagian presiden sudah punya Kemenkum dan HAM sebagai tempat bertanya soal hukum dan penegakkan HAM.  Pun di dalam menjalankan tugasnya, mustahil juga presiden tidak dibantu pakar-pakar hukum yang banyak bertebaran di republik ini, termasuk hukum agama atau adat.  Pasti mereka tak rela Presiden dengan keluguannya soal hukum adat  tiba-tiba dijadikan tersangka oleh CIA setelah mengunjungi sebuah Masjid di Suriah hanya karena Presiden lupa bahwa yang baru saja dipeluknya usai khutbah adalah pentolan ISIS. Presiden dianggap sohib-sohiban dengan musuh nomer satu Paman Sam ini. Halah, kejauhan argumennya, tapi anggap saja masuk akal.

Soal masukan, Presiden sebenarnya bisa saja minta pendapat gratisan dari pakar hukum disekelilingnya. Mereka pasti bersedia kok  demi kebaikan bangsa.  Gratis  lagi. Tak masuk akal sekedar  memberi pendapat saja harus keluar biaya mahal seperti KHN tadi yang notabene digaji juga oleh negara. Susah kalau untuk berbuat baik  alat ukurnya adalah uang.  Bisa terbebani anggaran negeri ini oleh  komisi-komisi yang terkadang tugasnya maah tumpang tindih satu  sama lain.  Pilihan satu atap memang ideal.   Namun  jika dirasa manfaatnya memang kurang, membubarkan semua lembaga baik struktural maupun non-struktural  yang tak efektif adalah langkah realistis.

Ngomong-ngomong, kapan BBM naik lagi, Pak Jokowi? Xixixixi....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline