Lihat ke Halaman Asli

Erwin Alwazir

Karyawan Swasta

Publik Bertanya Dua Alat Bukti KPK di Kasus Budi Gunawan

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau bukan orang hukum atau calon terhukum, tak ada salahnya kali ini saya menulis artikel mengenai borgol dan palu hakim ini, namun dipersempit sebatas memaknai pasal 184 KUHAP tentang alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengatasi kebigungan diri sendiri dan kebingunngan orang banyak menyangkut penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, yang katanya dilakukan karena KPK sudah menemukan dua alat bukti.

Oke, kita mulai preambule-nya.

Pasca penetapan tersangka atas Budi Gunawan, banyak yang meragukan itikad baik KPK saat menetapkan status itu, sebab sampai detik ini, publik gagal menangkap  dua alat bukti apa yang dimaksud KPK.  Soal kasus rekening gendut sudah selesai. Menyangkut suap atau menerima hadiah saat Budi menjabat sebagai penyelenggara negara, sampai kini KPK tak menyebutkan  siapa yang menyuap, kapan dan apa saksi sudah dimintai keterangan berkaitan dengan perkara tersebut. Belum, kan?

Tak ayal tanpa adanya kesaksian dari seseorang, banyak yang menganggap KPK buru-buru menetapkan status Budi sebagai tersangka.

Tapi tunggu dulu, selain keterangan saksi dan bukti surat, ternyata dalam pasal 184 ayat (1) KUHP ada 5 alat bukti yang sah menurut undang-undang.

a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

Keterangan saksi, rasanya KPK sampai saat ini belum menghadirkan saksi dalam perkara suap Budi Gunawan. Wong Budi saja belum dipanggil ke persidangan. Atau memang sudah ada saksi namun saksi tersebut dirahasiakan dan hanya akan dihadirkan kelak dipersidangan pada waktunya? Bisa jadi. Sebab KPK fokus menyelidiki kasus Budi setelah adanya pengaduan  dari masyarakat. Masyarakat tadi tentu bisa dianggap sebagai keterangan saksi. Namun secara hukum, apakah keterangan  saksi (poin a) dibelakang layar, bukannya di persidangan ini adalah sah? Maaf, saya belum mengalami baik sebagai saksi atau tersangka. Calon tersangka saja Insya Allah jauh dari saya, kecuali ada konspirasi. Paling ente bilang, emang siape lu?

Lalu soal laporan PPATK bahwa ada transaksi mencurigakan berdasarkan Laporan Hasil Analisi (LHA) yang dikirim PPATK ke kepolisian tahun 2010, namun tidak ditembuskan pada KPK, apakah keterangan PPATK ini dianggap sebagai keterangan ahli (poin b) atau sebagai petunjuk (poin d) bahwa ada indikasi yang telah dapat dibuktikan oleh KPK bahwa Budi memang telah menerima suap atau merugikan negara?

Saya kurang tahu persis mana diantara 5 alat bukti tersebut yang menjadi acuan KPK. Kalau boleh menebak, mungkin dua alat bukti yang dimaksud KPK tak jauh beranjak diantara  poin “a” sampai “d”. Kalau poin “e” berdasarkan keterangan atau pengakuan  terdakwa, rasanya mustahil. Wong pintu pengadilan belum dibuka. Lagian mnaa ada tersangka mau alih status sebagai terdakwa. Setahu kita sih tersangka kerap berkelit dengan alasan “lupa” atau mangkir dari persidangan dengan alasan “sakit”. Malah mungkin kelak ada yang berasalan mangkirnya karena lupa mencium kening istri atau suami.

Silahkan kalau ada orang yang mengerti hukum mau menambahkan atau menjelaskan. Monggo.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline