Lihat ke Halaman Asli

Ghosting: Menghilang Tanpa Kejelasan

Diperbarui: 2 Maret 2021   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: iStock

Kata "Ghosting" tampaknya cukup populer akhir-akhir ini. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan keadaan saat dua orang yang saling dekat, tiba-tiba ditinggalkan salah satunya tanpa alasan jelas. Pelaku ghosting biasanya memutus hubungan begitu saja setelah komunikasi yang intens. Lantas, sebenarnya, apa itu ghosting?

Ghosting bisa diartikan sebagai penolakan, tetapi tanpa penegasan.

Misalnya, kamu kenal dengan seseorang dan merasa kalian saling tertarik. Setelah itu, kalian beberapa kali kencan, bertukar pesan, atau menelepon hingga larut malam. Kamu yakin hubungan kalian sedang berjalan ke arah komitmen, sampai tiba-tiba dia tidak lagi membalas pesanmu. Awalnya hanya pesan, hingga teleponmu tidak diangkat, kontakmu diblokir, kemudian dia menghilang ditelan bumi. Hati-hati, semua itu adalah bentuk penolakan, lho.

Menurut Lorrae Bradbury, pendidik seks dan pendiri Slutty Girl Problems, ghosting adalah tindakan yang ambigu karena tergantu pada interpretasi masing-masing orang. Pelakunya membiarkan hubungan terbuka, agar suatu hari bisa kembali lagi. Tentu saja itu tidak nyaman bagi korbannya. Pelaku seenaknya memutuskan hubungan tanpa perlu menjelaskan apa yang dia rasakan.

Dalam hubungan romantis, ghosting bisa disebabkan oleh berbagai hal.

Pertama, pelaku bisa merasa tidak nyaman pada pasangan (atau calon pasangannya) setelah menjalani beberapa hal bersama. Sayangnya, pelaku tidak ingin repot menjelaskan atau mencari jalan keluar. Akhirnya, menghilang jadi pilihan termudah.

Kedua, pelaku sejak awal memang tidak menginginkan hubungan yang serius, tetapi melangkah terlalu jauh. Setelah pasangannya merasa nyaman, pelaku tahu hubungan harus segera diakhiri. Karena belum ada komitmen atau pelaku berada si situasi yang tidak memungkinkan komitmen, dia pergi begitu saja. Sangat mudah bagi pelaku karena dia bisa berlindung pada kalimat, "Kita tidak punya hubungan apa-apa."

Ketiga, menghilang bisa jadi bentuk pembalasan dendam. Pelaku ghosting yang merasa marah bisa memilih pergi begitu saja tanpa penjelasan. Cara ini diharapkan pelaku bisa menyiksa korban. Pelaku juga sengaja tidak memberi penjelasan agar bisa kembali suatu saat nanti.

Perilaku ini jelas merugikan bagi pihak yang ditinggalkan.

Banyak dampak buruk yang bisa dirasakan oleh korban ghosting, terutama bagi mental mereka. Ditinggalkan begitu saja membuat korban merasa dipermainkan dan tidak dihargai. Bagaimana tidak, setelah banyak hal yang dilakukan bersama, tiba-tiba partner hilang tanpa kejelasan. Si korban akan mulai membuat asumsi sendiri karena yang dimintai jawaban tidak bisa dihubungi. Dalam kondisi tersebut, korban bisa merasa marah, baik pada pelaku maupun diri sendiri.

Ketidakmampuan mencari alasan ditinggalkan bisa menyebabkan korban menyalahkan diri sendiri dan tidak percaya diri. Mereka akan bertanya-tanya, apa kesalahan yang telah mereka lakukan? Apa yang kurang? Dan, apa yang tidak dia sukai? Pertanyaan-pertanyaan itu bisa menyebakan berpikir berlebihan hingga menyebabkan depresi, lho.

Tidak sampai sana, korban ghosting juga berpotensi mengalami trauma. Pengalaman ditinggalkan begitu saja tentu tidak bisa sembuh dalam waktu singkat. Butuh banyak usaha dan dukungan demi kembali menjadi pribadi yang bahagia. Sayangnya, tidak semua korban punya sistem pendukung yang baik, lho. Korban yang belum mampu menyembuhkan lukanya bisa memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan agar tidak mendapat luka yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline