Lihat ke Halaman Asli

Salah Terminal: Kesalahan Sepele atau Terlalu Menyepelekan Kesalahan?

Diperbarui: 22 Mei 2016   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini seluruh rakyat Indonesia dihebohkan sebuah pesawat Lion air yang “salah” masuk terminal di Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, pesawat Lion Air JT161 Singapura-Jakarta berhenti di Terminal 1 (domestik), dan mengakibatkan penumpang turun tanpa melalui proses imigrasi masuk. Padahal, saat itu terdapat sebagian penumpang WNA. Pihak bandara menuturkan bahwa mereka masih mencari 4 dari 16 penumpang yang tak melapor ke pihak bandara, dan salah satunya adalah WN Hungaria. Bagi saya, secara umum melihat salah mendarat masih bisa dikompensasi, tetapi kalau akibatnya sampai tidak ada proses imigrasi, hal ini menjadi fatal. Lantas, apakah kesalahan ini menjadi indikasi bahwa “benteng-benteng” perbatasan di Negara kita masih aman?

Saya terheran-heran. Karena dari masalah tersebut, pihak Lion Air justru tidak jera. Mereka malah tetap percaya diri dan siap melawan sanksi yang dikeluarkan Kemenhub. Di samping itu, Lion Air juga mengalami delay yang berkepanjangan yang disebabkan karena pilot mogok kerja akibat uang akomodasi yang tak kunjung dibayar.  Kemenhub memberikan sanksi pembekuan izin trayek terbang selama 6 bulan dan pembekuan izin ground handling.

Selalu ada kesempatan dalam kesempitan. Mereka selalu beralibi bahwa mereka dibutuhkan masyarakat dan dibutuhkan masyarakat dan dibutuhkan masyarakat. Tetapi buat apa mereka melontarkan pernyataan seperti itu, kalau pada keadaan sebenarnya pihak Lion Air malah tidak membutuhkan masyarakat? Menurut pemantauan saya, masyarakat memang membutuhkan penerbangan yang terjangkau, tetapi mbokya kalau dibutuhkan ya sebaiknya menghargai apa yang dibutuhkan. Sudah berkali-kali, bahkan beribu kali keluhan dan caci maki dari masyarakat mengenai pelayanan yang jelek, bagasi yang hilang, terutama jam delayed yang hampir selalu terjadi. Masyarakat hanya bisa berpasrah, karena mereka sudah “membayar” tiket pesawat itu.

Gugatan yang diajukan ke pengadilan juga terlihat tidak masuk akal. Pihak maskapai beralasan bahwa terjadi ketidakadilan karena ijin-ijin mereka ditolak Kemenhub, padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa Lion Air sering melakukan izin rute, izin perluasan suatu hal, penambahan pesawat, dan satu terburuk adalah manajemen yang amburadul. Buat apa mengejar kuantitas (penumpang, pembelian pesawat) kalau pengaturannya saja jelek? Mubazir namanya. Kemenhub pasti sudah melakukan peninjauan, salah satunya dengan track record yang dimiliki oleh maskapai. Jika yang terjadi memang sangat buruk, langkah yang dilakukan Kemenhub menurut saya sudah benar.

Jika dilihat dari sisi masalah pembekuan izin, saya menyimpulkan bahwa pihak Lion Air merasa terlalu berkuasa dengan penerbangan Indonesia, sehingga mereka merasa “disandung” dan tidak terima atas respon dari Kemenhub. Tetapi coba kita berganti pandangan secara jangka panjang. Jika hal tersebut kembali terjadi, maka Indonesia menjadi Negara yang tidak aman, karena sangat besar kemungkinan akan terjadi penyelundupan barang terlarang, teror, dan masalah lain yang mengganggu keamanan di tanah air ini. Dilihat dari pengalaman sebelumnya, Lion Air sudah keterlaluan dalam menghadapi masalah ini. Mereka hanya bisa mengejar ekspansi rute, pembelian pesawat, dan mengejar kuantitas penumpang. Tetapi soal pengaturan manajemen menurut saya masih “kewalahan”.

Sudah banyak orang yang malas dengan pelayanan Lion Air, terlebih untuk masalah keimigrasian. Kemenhub sebaiknya lebih mengawasi dan memperketat perizinan, track record, dan memberi sanksi tegas terhadap pelanggar. Semurah-murahnya harga tiket pesawat, minimal sudah harus memenuhi beberapa persyaratan dasar seperti manajemen yang baik (terlebih dalam hal ini melayani kuantitas penumpang besar), dan menghargai penumpang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline