Lihat ke Halaman Asli

Mungkinkah Pemilu Online, Bagaimana Rakyat mencari Pemimpin di Era Digital

Diperbarui: 24 Agustus 2023   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pemilu Online, foto by Everdeen


Opini oleh
Erwin Febrian Syuhada

Saat ini kita merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78, kita tidak hanya merayakan sejarah bangsa ini, tetapi juga berhadapan dengan tantangan baru dalam dunia demokrasi.

Di era digital yang semakin maju seperti sekarang, pemilu menjadi panggung di mana teknologi bertemu dengan tatanan politik. Namun, di balik gemerlapnya media sosial dan big data, pernahkan kita membayangkan bagaimana jika era digital menemui puncaknya, dan pemilu ikut didalamnya.

Sanggupkah kita membayangkan bahwa dalam hitungan beberapa dekade lagi, kita mungkin akan menyaksikan pemilu dengan cara yang lebih unik daripada sekadar mencoblos surat suara di bilik suara.

Kita semua tahu, tantangan besar demokrasi di masa depan adalah menjaga keaslian suara rakyat. Dulu, kita khawatir tentang surat suara palsu, tetapi di era yang semakin digital ini, mungkin kita harus khawatir tentang 'bot suara' yang sibuk mencoblos tanpa henti.

Bagaimana jika suatu hari kita mendapati presiden terpilih adalah bot yang 'nggak tahu diri' dan tidak bisa hadir dalam pelantikan karena sedang melakukan update sistem?

Atau yang lebih jauh dalam era di mana jari-jari kita lebih terbiasa untuk 'swipe' kanan atau kiri, demokrasi mungkin juga akan ikut beradaptasi. Dalam pemilu, ini diterjemahkan sebagai memilih calon dengan 'swipe' arah atas atau bawah.

Mungkin suatu hari nanti, kita bisa menggantikan bilik suara dengan layar sentuh yang mirip aplikasi kencan. "Calon ini serius mengurusi rakyat? Swipe atas! Calon ini sepertinya cuma cari popularitas? Swipe bawah!"

Seperti sebelumnya era digital ini juga kerap bertemu dengan tantangan sejatinya, yakni penyebaran informasi yang cepat meski belum tau asal usul kebenarannya.

Kita semua menyadari bagaimana hoaks dan berita palsu dapat menyebar dengan cepat di dunia digital. Ini menciptakan ketidakpastian dalam pemilu, mengaburkan batas antara fakta dan fiksi.

Hingga bulan Mei 2023, sebanyak 11.642 konten hoaks telah diidentifkasi Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Total konten itu terhitung sejak periode Agustus 2018 sampai dengan Mei 2023.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline