Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Darurat Migas : Analisis Dampak dan Penyebabnya

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa tahun silam pemerintah yang saat itu dipimpin oleh SBY - Boediono pernah menyampaikan janji dan harapan tinggi kepada masyarakat terkait dengan rencana pencapaian lifting 1 juta barrel di tahun 2015 ini. Pada masa tersebut juga disebutkan, salah satu penyebab belum dapat naiknya lifting pada masa itu adalah karena masa tersebut masih merupakan persiapan ekspolitasi dimana pembangunan infrastrukturnya sedang dibangun khususnya untuk daerah Cepu.

Janji indah pemerintah tersebut ternyata saat ini memang hanya menjadi sebuah janji indah yang tidak jelas realisasinya. Setelah melewati masa Pemilu, transisi kepemimpinan yang lancar dari Pemerintahan SBY-Boediono ke Jokowi-JK, dan masa kerja 100 hari pertama dari Pemerintahan Jokowi-JK, maka fakta yang dapat dilihat dan diperhatikan oleh masyarakat adalah besaran lifting per Februari 2015 hanya berkisar di angka 720 ribu barel/hari dari asumsi lifting di APBNP 2015 sebesar 820 ribu barel/hari.

Kinerja lifting ini menunjukkan sebuah degradasi yang sangat signifikan dari para pelaku bisnis minyak ini. Masih tercatat dalam 5 tahun lalu, Indonesia masih bisa mentargetkan angka 925.000 barel/hari yang terus menurun sampai hari ini. Apabila kemudian topik ini diangkat dalam sebuah diskusi publik maupun akademik, sudah bisa dipastikan bahwa akan muncul banyak argumen yang akan memberikan analisa yang pro dan kontra  dalam menyingkapi fenomena tersebut. Tapi kembali analisa tersebut, nasibnya akan seperti yang sudah-sudah dan akan hanya menjadi wacana saja bagi para pengambil keputusan.

Kondisi penurunan lifting secara konsisten dan diikuti dengan ketidakpastian tindakan yang diambil jelas menunjukkan bahwa Indonesia saat ini sedang dalam berada kondisi darurat di industri migas ini.

A. Dampak

Sebelum membahas mengenai penyebabnya, maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai dampak dari kondisi industri migas Indonesia.

1. Migas sebagai salah satu penyumbang terbesar devisa negara

Sudah sejak lama, Pemerintah menempatkan Migas sebagai sumber pendapatan negara kedua setelah penerimaan pajak. Sesuai dengan Nota Keuangan APBN 2015, penerimaan SDA termasuk di dalamnya migas mencapai angka 241 triliun pada APBNP 2014 dan direncanakan meningkat menjadi 254 triliun pada APBN 2015. Kondisi tersebut sesuai dengan angka lifting yang sudah disampaikan sebelumnya dengan selisih lifting minus 180 ribu barel/hari menjadi sangat berat untuk bisa dicapai.

Kesulitan mencapai lifting tersebut jelas nantinya akan mempengaruhi postur belanja negara yang mendukung percepatan pembangunan infrastruktur Indonesia. Dengan berkurangnya pendapatan dari sisi penerimaan SDA ini maka akan sulit bagi Pemerintah Jokowi - JK untuk menjaga tingkat pertumbuhan negara yang selama ini dibangga-banggakan oleh Pemerintah dan sekaligus jelas akan memperlambat pembangunan di berbagai daerah.

2. Migas sebagai industri yang menyerap tenaga kerja

Sesuai data dan pengamatan yang ada, perusahaan-perusahaan migas merupakan perusahaan yang menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan disertai tingkat gaji yang lebih tinggi dibandingkan industri lainnya. Secara teori maupun praktek, dapat dipastikan bahwa dengan penurunan lifting tersebut akan membawa dampak adanya proses efisiensi pada perusahaan K3S di Indonesia. Terlebih lagi pada perusahaan K3S yang nasib kontraknya masih belum jelas padahal waktu masa akhir kontrak sudah mendekati. Dengan kondisi tersebut, sudah bisa dipastikan perusahaan K3S akan mengambil tindakan efisiensi demi menjaga ketahanan cash flow perusahaan. Berdasarkan informasi yang ada pada tahun ini ada rencana jumlah tenaga kerja di industri migas Indonesia sebanyak 32.000 orang, dan ternyata melihat perkembangan yang ada rencana tersebut mungkin bisa turun sampai ke angka belasan ribu jiwa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline