Lihat ke Halaman Asli

Misteri Raibnya Lukisan Batman

Diperbarui: 22 Agustus 2015   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya Pak Hasan. Umurnya sekitar 45 tahun. Walaupun masih kelihatan bugar, tapi gerakannya tak selincah dulu. Ya, dengan kondisinya sekarang yang harus memakai sepatu roda eh kursi roda, gerakannya sungguh terbatas. Sekedar mengambil buku di atas rak ia tak mampu. Apalagi harus memanjat pohon rambutan di depan rumah. Terpaksa ia meminta bantuan Yu Tatik, pembantunya yang sudah sepuluh tahun bekerja di rumahnya. Sedang anak lelaki satu-satunya memilih melanjutkan sekolah di luar kota. Lalu bagaimana dengan istrinya?

“Ibu sudah pulang, Yu?” tanya Pak Hasan pada pembantunya yang sedang mengepel lantai.

“Belum, Tuan…” jawab Yu Tatik singkat.

Mendengar itu Pak Hasan hanya bisa menghela nafas panjang. Sudah beberapa minggu ini ia melihat istrinya berkelakuan aneh. Pulang dari kantor selalu terlambat. Alasannya sih karena pekerjaan yang menumpuk. Dan ketika berada di rumah, perhatiannya pun tak seperti dulu lagi. Bahkan tak jarang istrinya memulai pertengkaran hanya gara-gara masalah sepele. “Apakah istriku sudah tak tahan dengan kondisiku yang seperti ini?” batin Pak Hasan dengan mata yang berkaca-kaca. Ia sadar, semenjak kecelakaan mobil yang menimpanya, ia sekarang bukanlah suami yang bisa dibanggakan lagi oleh istrinya yang masih kelihatan cantik dan seksi itu.

Sudah dua minggu lamanya keduanya tak pernah berhungan intim. Setiap kali Pak Hasan memintanya, bukan anggukan kepala yang ia peroleh, tapi dengkuran istrinya yang sedang tertidur lelap. Dan yang bisa ia lakukan saat itu hanyalah memakluminya. “Oh istriku ternyata udah tidur. Mungkin dia kecapekan…” gumam Pak Hasan lalu bangkit dari tempat tidur. Dengan susah payah akhirnya ia sampai juga di depan pintu kamar mandi. Apa yang akan dia lakukan? Entahlah.

Pak Hasan bukannya tak bekerja. Ia sendiri memiliki usaha percetakan yang lumayan maju. Tapi karena kondisinya yang belum pulih benar, dan istrinya yang tak mau melepas kariernya di kantor, akhirnya ia mempercayakan kakaknya untuk mengurus usahanya itu.

Lalu bagaimana cara Pak Hasan melewati hari-harinya di atas kursi roda? Sama seperti hari-hari sebelumnya, siang itu Pak Hasan terlihat menatap sebuah lukisan. Dari sorot matanya, nampak jelas kepuasan batinnya karena bisa memiliki lukisan yang langka itu. Tak pernah sekalipun ia merasa bosan walau telah berjam-jam menatapnya. Dan di antara puluhan koleksi lukisan berharga mahal lainnya, cuma lukisan bergambar Batman itulah yang membuatnya terpesona. Ya, terdengar lebay memang. Tapi itulah yang terjadi pada Pak Hasan. Sungguh lukisan itu sangat berarti baginya, karena ada pengorbanan, kerja keras, cucuran keringat dan air mata saat ia mendapatkan lukisan itu.

Tapi suatu hari, terjadi kepanikan yang luar biasa di rumah itu. Penyebabnya apalagi kalau bukan raibnya lukisan bergambar Batman yang menjadi kesayangan Pak Hasan. Dengan wajah memerah dan gigi yang bergemeletuk, pria itu lalu memanggil pembantunya. Nada suaranya meninggi ketika ia menuduh pembantunya telah mencuri lukisan kesayangannya itu.

Dengan berurai air mata, Yu Tatik berusaha menyangkal tuduhan tak bedasar dari majikannya. Ia bersikeras bahwa dia bukanlah pelakunya.

“Lalu siapa kalau bukan kamu? Hah?!! Kejadiannya juga tadi pagi. Karena subuh saya lihat lukisan itu masih ada.” bentak Pak Hasan dengan jari-jemari terkepal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline