Lihat ke Halaman Asli

Saya Nggak Setuju Pedagang Kopi Keliling Ditertibkan

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14210916071098851441

Sejujurnya tulisan ini terinspirasi dari artikelnya Mbak Indira Revi, salah satu Kompasianer wanita yang suka tampil MENOR (maksudnya Menulis Humor xixixi) yang berjudul Tertibkan Pedagang Kopi Keliling. Bolehlah pembaca sebut tulisan saya ini adalah artikel tanggapan untuk artikelnya beliau. Yang mana ada beberapa kalimat yang saya setuju dan tidak setuju dari artikel milik beliau yang MENOR ini (maksudnya Menulis Humor xixixi).

Kalimat pertama : Ngupi sudah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kalimat di paragraf kedua ini saya setuju pake banget-banget. Bukan karena saya juga suka ngopi, tapi emang fakta telah berbicara demikian. Berbagai kalangan masyarakat mulai dari pejabat sampai penjahat sekalipun, butuh yang namanya ngopi supaya tubuh jadi bugar saat melakukan aktifitas. Dimana para Eksekutif perlu minum kopi agar tak ngantuk saat mengikuti rapat. Dan para penjahat juga perlu minum kopi agar mukanya terlihat sangar saat beraksi di depan calon korbannya. Kan gak lucu aja saat memeras sang calon korban, gara-gara ngantuk, si penjahatnya berkali-kali menguap lebar sambil memegang pisau yang ternyata posisinya terbalik. Dasar penjahat amatiran.

Kalimat kedua : Jualan kopi keliling ini tidak hanya di dominasi kaum pria tetapi juga kaum hawa. Ini saya juga setuju pake banget. Bukan karena saya pernah beli yang penjualnya adalah seorang wanita, tapi saya ikut setuju gara-gara saya pernah melihat fotonya di internet hehe. Apalagi kalo penjual kopi kelilingnya adalah mbak-mbak cantik, pasti laris manis tanjung kimpul dagangan laris duitnya ngumpul modal muka manis pembeli pada muncul, mulai dari yang berambut klimis sampai yang berkepala gundhul..gundhul-gundhul pacul-cul gembelengan (halah malah nyanyi). Karena efek yang ditimbulkannya jadi dobel bila dibanding minum kopi buatan sendiri karena sang istri lagi ngambek.

Kalimat ketiga: Untuk mencari nafkah, tidak ada larangan untuk berdagang kopi keliling. Hanya saja berjualannya harus pada tempat yang ditentukan. Nah kalimat di paragraf kelima ini saya juga setuju (trus gak setujunya mana woiii). Karena menurut saya, ada beberapa kawasan dari objek wisata yang pedagang kaki lima (PKL) nya harus ditertibkan. Tujuan utamanya semata-mata untuk menciptakan keindahan, ketertiban dan keamanan kawasan tempat wisata.

Kalimat keempat : Foto ini aku ambil dari tempat cukup jauh. Apakah pedagang keliling ini tidak dirazia karena petugasnya suka beli kopi dari mbak cantik ini? Entahlah!!!


Ini foto di artikel tersebut (foto milik Kompasianer Indira Revi)

Nah, kali ini saya tak setuju dengan penulisnya untuk kalimat yang keempat seperti diatas. Bukan karena tak setuju dengan penulis yang menuduh petugas yang tidak merazia karena suka beli kopi dari mbak cantik. Tapi saya gak setujunya karena penulisnya mencantumkan foto mbak cantiknya terlalu kecil. Kan pembaca kayak saya dan Mas Jati juga pembaca yang suka lihat foto bening-bening jadi dibikin penasaran xixixi.

Coba saya jadi penulisnya, untuk memuaskan mata para pembaca, akan saya close up pedagang kelilingnya yang cantik itu menjadi seperti ini.

*

*

Ini fotonya yang sudah saya close up, hehe....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline