Harriet, perempuan tua yang sangat perfeksionis. Hidup sebatang kara di rumahnya yang sangat rapi dan bersih. Tidak ada yang ingin menemani masa tuanya, bahkan anak perempuannya sekali pun. Dia memiliki tukang kebun, tetapi dia sendiri yang mengerjakan semuanya. Mulai dari memangkas rumput dengan pola berlian sampai memangkas pagar tanamannya sendiri. Dia memiliki tukang masak pribadi, tetapi dia selalu mengambil alih pekerjaan si tukang masak saat di dapur. Dia datang ke salon, tetapi dia merapikan potongan rambutnya sendiri. Seolah penata rambut yang bekerja di salon tidak kompeten.
Dia selalu meremehkan hasil pekerjaan orang lain. Dia sosok yang menyebalkan dan tidak ada satu pun orang yang betah berlama-lama di dekatnya.
Suatu malam, di titik jenuh kehidupannya yang sepi, Harriet menenggak empat butir obat penenang dengan segelas anggur merah. Alhasil, dia mengalami over dosis dan dilarikan ke rumah sakit. Di rumah sakit, sikapnya yang angkuh menyebabkan perseteruan dengan dokter yang sedang merawatnya. Bukannya berterima kasih, tetapi sikapnya yang menyebalkan malah membuat si dokter bertindak sekadar kewajiban. Dia tetap menyebalkan, bahkan di saat dia sedang butuh pertolongan.
Suatu hari, tanpa sengaja, Harriet membaca kolom berita kematian di surat kabar. Kolom yang memberitakan tentang kematian seseorang dengan rangkaian kata-kata terakhir yang indah yang menggambarkan sosok mendiang semasa hidupnya. Biasanya berita ini dicetak di surat kabar atas permintaan keluarga yang ditinggalkan. Hal ini untuk memberitakan kepada pembaca yang mungkin mengenal mendiang semasa hidupnya. Harriet mengenal beberapa dari mereka yang diberitakan dan tidak setuju jika mendiang itu digambarkan sebagai sosok yang sangat baik di mata khalayak. Menurut Harriet, para mendiang yang dia kenal itu tidak lebih dari sosok yang menyebalkan dan biasa saja.
Melihat kata-kata terakhir yang ditulis dengan sangat menyentuh di kolom berita kematian, memberikan ide kepada Harriet untuk menuliskan berita kematiannya sendiri sebelum dia wafat. Dia ingin surat kabar menuliskan hal-hal bagus tentang dirinyanya di berita kematian ketika dia wafat. Namun, syaratnya harus berdasarkan fakta dan tidak dibuat-buat.
Harriet menemui pemilik surat kabar tersebut. Ia meminta penulis kolom berita kematian melakukan wawancara, sebelum akhirnya menuliskan hal-hal bagus tentang dirinya.
Anne Sherman adalah penulis kolom berita kematian di surat kabar tersebut. Dirinya ketiban sial berurusan dengan nenek cerewet, sombong, dan perfeksionis itu dan dipaksa menuliskan citra dirinya sebagus mungkin untuk berita kematiannya nanti.
Anne merasa aneh ada orang yang ingin menulis berita kematiannya sendiri. Tiba-tiba Harriet memberikan daftar nama yang bisa diwawancarai untuk mengumpulkan fakta tentang dirinya selama ini. Dari sekian banyak nama yang telah diwawancarai Anne, tidak satu pun yang memberikan gambaran baik tentang sosok Harriet.
Anne frustasi, entah harus menuliskan apa tentang Harriet. Sementara semua orang yang mengenalnya membencinya, bahkan mantan suami dan anak perempuan semata wayangnya. Mereka tidak memberikan komentar yang baik tentang sosok Harriet.
Hal yang lebih membuat frustasi adalah Harriet tetap angkuh dan menyangkal semua fakta tentang dirinya yang menyebalkan.