Lihat ke Halaman Asli

Irfaan Sanoesi

Pembelajar seumur hidup

Nomenklatur KKB Jadi OPM, Apa Jadinya?

Diperbarui: 20 April 2024   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengubahan Istilah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Separatis Teroris (KST) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) menandai ketegasan TNI dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

Hal itu tidak lepas dari makin biadabnya tindakan KKB terhadap masyarakat sipil dan aparat keamanan di Papua. Padahal TNI telah mencurahkan segenap upaya pendekatan humanistis-dialogis terhadap KKB.

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto mengungkapkan bahwa perubahan nomenklatur dari KKB menjadi OPM mengikuti penggunaan nama kelompok itu sendiri.

"Jadi dari mereka sendiri menamakan mereka adalah TPNPB, tentara pembebasan nasional Papua Barat, sama dengan OPM," kata Agus di Wisma A. Yani, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

Perubahan nomenklatur ini mendapat dukungan dari sejumlah tokoh nasional. Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo misalnya menyatakan bahwa keselamatan bangsa di atas segalanya. Bahkan dirinya mengaku pasang badan jika ada pihak yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut.

Kendati demikian perubahan nomenklatur ditengarai tidak akan berpengaruh apa-apa tanpa kebijakan negara. Hal itu disampaikan oleh pengamat militer Institute for Security dan Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.

Menurutnya perubahan status itu tidak akan serta merta merubah menjadi operasi militer selain perang (OMSP) TNI di tanah Papua. 

"Sepanjang tidak ada perubahan kebijakan dan keputusan negara, maka OMSP TNI di Papua masih akan sama seperti sebelumnya, yaitu OMSP perbantuan pada Polri dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban," katanya.

Artinya kebijakan TNI tetap berada di tangan Presiden sepenuhnya selaku panglima tertinggi. Sementara di sisi lain, pemerintah menyadari bahwa penanganan Papua harus dilakukan melalui cara-cara yang komprehensif dan lintas sektor.

Karena itu, ada baiknya semua stakeholder baik aparat keamanan maupun lembaga atau kementerian duduk bersama dalam mengatasi masalah di Papua. 

Duduk bersama diperlukan untuk menyusun strategi politis dan kultural agar terhindar pendekatan yang represif, anarkis, dan mengabaikan HAM.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline