Beberapa waktu lalu, diwartakan media, dua orang hakim dan satu orang ASN pengadilan ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) Banten di Pengadilan Negeri Rangkasbitung. Ketiga orang ini ditengarai sebagai pengguna narkotika jenis sabu.
Soal penggunaan narkotika ini boleh jadi orang-orang tersebut sudah kecanduan, coba-coba atau salah seorang di antaranya sebagai orang yang disuruh mencari penjual. Begitu kira-kira.
Narkotika, apapun jenisnya memang jahat bila disalahgunakan. Orang bisa terjerumus sedalam-dalamnya. Dia tidak pandang bulu, siapapun dan dari kalangan profesi apapun akan disasarnya.
Namun yang menarik adalah penggunanya seorang berprofesi hakim. Lokasi penangkapannya di pengadilan, serta yang menangkapnya rekan sejawat. Sama-sama aparat penegak hukum. Kalau di film-film disebut good guys and bad guys. Yang satu pengguna (orang jelek) yang satunya lagi pemburu (orang baik).
Antara pengguna, penjual dan pemburu atau pemberantas narkotika itu sudah satu paket ceritanya. Negara menyiapkan perangkat untuk menghancurkan peredaran narkotika. Dan, penjual tentu saja menjadi incaran aparat untuk segera ditangkap.
Sementara pengguna yang ditangkap kelak akan diintograsi dan direhabilitasi, juga mungkin di penjara bila terbukti dalam sidang di pengadilan dengan putusan hakim atau vonis yang berbunyi, "terdakwa dinyatakan terbukti dan bersalah".
Dalam kaitan ini hakim pengguna sabu kelak menjadi terdakwa, dan sidang akan dipimpin oleh majelis hakim yang merupakan satu timnya di pengadilan tersebut. Bisa dibayangkan, mereka akan berjumpa dalam suatu persidangan, saling tanya jawab dengan dilengkapi oleh jaksa penuntut umum, saksi, barang bukti, juga pengacara sebagaimana aturan main persidangan di pengadilan.
Jauh dari itu, hakim pengguna sabu ini sudah pasti telah memutus perkara di persidangan yang dilakukan sebelumnya. Entah sebagai ketua majelis atau anggota majelis hakim.
Sebagai anggota ia turut menentukan putusan majelis dengan pertimbangan-pertimbangan pengalaman dan ilmu hukumnya. Sementara sebagai ketua majelis hakim ia akan menerima saran dan pertimbangan dari anggota majelis.
Bila ia sebagai ketua majelis hakim, maka mungkin saja sifatnya mutlak, putusan apa yang akan dijatuhkannya itu tergantung pada dirinya. Bayangkan!
Peristiwa semacam ini sudah sering diwartakan oleh media. Bahkan kerja OTT aparat penegak hukum untuk perkara serupa atau korupsi atau yang lainnya kerap menjadi bahan pemberitaan dan menjadi perbincangan publik.