Tangis itu akan muai di dalam pelukan. Pelukan yang sekian lama didamba. Oleh istri, suami atau anak. Momen demikian akan menjadi haru, sedih bahkan pilu. Tiada yang tau. Kecuali datang kabar yang bisa mengonfirmasinya.
Situasi itu semua orang pasti mengalami. Entah kabar duka maupun gembira. Biasanya jarak yang terbentang jauh yang mengakibatkan satu sama lain terputus hubungan komunikasi. Di sini kerinduan bakal dirasakan begitu dalam.
Namun oleh karena kemajuan zaman, maka cara komunikasi untuk membunuh kerinduan mudah dilakukan. Sepanjang punya hape, atau kondisi sinyal yang sangat baik di antara keduanya.
Pertengahan Agustus kemarin Ryan sangat bahagia. Ia dapati kabar istri, dan satu anaknya yang masih sekolah dasar dalam keadaan baik. Komunikasi sangat lancar. Perbincangan bisa satu jam lebih.
Padahal ia ada di pegunungan di wilayah konflik Afghanistan.
Sebagai prajurut marinir atau Navy Seal US Army, ia sudah habiskan masa tujuh bulan, dan rencananya September ini akan kembali ke tanah airnya.
Tentu kabar itu sudah diterima istrinya, Stepanie. Cuma dirahasiakan untuk anaknya, Kelly. Ia berharap kedatangannya kelak bisa mengejutkan anaknya itu.
Ryan dan istrinya sudah menyusun skenario. Ia ingin hadir, dan surprise bagi Kelly di sekolahnya bila sampai waktunya kembali.
Istrinya diminta untuk mengordinasi rencana tersebut pada pihak sekolah. Setidaknya masa dinas sembilan bulan ini akan tuntas bila ia bisa memeluk erat anaknya di ruang kelas.
"Aku ingin lihat dia berlari sembari merentangkan kedua tanganya. Kelly pasti melakukan itu,"kata Ryan tersendat di ujung telpon.
"Ya, akan menjadi kejutan buat dia. Berulangkali Kelly selalu tanyakan keadaanmu."