Lihat ke Halaman Asli

Erusnadi

Time Wait For No One

Warisan Pejuang'45 yang Digadaikan

Diperbarui: 12 Agustus 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bambu runcing itu benar-benar runcing, seperti potlot yang habis diraut. Ujungnya tajam yang bila digoreskan pada batang pohon pisang meninggalkan bekas bergaris dalam. Panjangnya satu meter 50. Antara ujung dan pangkal bambu lurus seperti tombak, dan terasa ringan digenggam. Bila dilempar sekuatnya pasti cepat melesat, dan bakal turun dengan deras. Menancap disasaran yang diinginkan.

Bambu itu ada dipajang di dinding dekat pintu masuk bagian luar rumah sederhana Abah Akal. Sementara di dalamnya, di dinding ruang tamu dipajang juga piagam penghargaan veteran pejuang '45. Konon bambu runcing itu pernah digunakan saat perang melawan penjajah Belanda olehnya. Ia memang dikenal oleh warga kampung sebagai bekas pejuang. Dulu ia bergabung dengan Tentara Pelajar Indonesi (TRIP).

Kata Bulus, anaknya, ia pernah berkisah, sempat melakukan gerilya di beberapa tempat di Jawa Barat, hingga Jawa Tengah, dan Jogyakarta. Selama waktu itu, pergerakan dilakukan malam hari. Jalan kaki, serta menenteng bambu runcing tersebut. Tak ada senjata, semacam pistol atau bren. Granat apalagi. Hanya satu, dua orang TRIP yang dijumpainya memegang senjata. Itu pun hasil rampasan dari pasukan Belanda yang dibunuhnya.

Perkara pegang senjata ini, sebagian TRIP pernah merasakan. Sebab mereka juga iri ingin memiliki senjata itu. Jadi bila ada yang bangga menunjukkan pistol di tengah hutan, semua rekan mencicipi untuk memegangnya. Sekadar pegang saja. Untuk peroleh senjata mesti punya keberanian berlipat menghadapi musuh dalam jarak dekat.

"Abah pernah membunuh?"Tanyaku pada Bulus, anaknya suatu ketika.

"Pernah. Kata beliau saat mencegat patroli Belanda. Satu regu pasukan musuh, sekitar tujuh orang  memasuki kampung mencari tentara republik. Di luar pengetahuan Belanda, kampung itu sudah dikepung pasukan republik. Musuh seketika melakukan rentetan tembakan ke semua sudut. Banyak yang gugur di situ, meski ada perlawanan juga."

"Pasukan Belanda tewas semua?"

"Mulanya hanya empat orang. Tapi yang tiga kemudian melarikan diri, namun disergap secara serentak di belokan jalan utama. Abah membunuh salah satunya dengan bambu itu di bagian jantungnya, tembus."

Tapi, lanjut Bulus, esoknya kampung itu habis  dibakar oleh pasukan Belanda. Dan, semua orang yang ada di kampung itu beruntung bisa meloloskan diri. Tak satu pun yang dibunuh, atau di sandera. Semua warga selamat.

 "Setelah membunuh itu, Abah pegang senjata?"

"Tidak. Ia ingin, cuma belum terlatih. Senjata rampasan itu, kata beliau, diserahkan pada komandan kompi dalam pengepungan ini."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline