OPINI : Ersy Mevta Diantari
Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Manajemen Inovasi
Universitas Teknologi Sumbawa
Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai ragam hasil pertanian lainnya yang sangat penting dalam perindustrian nasional.
Kegiatan pascapanen dan pengelolaan hasil pertanian termasuk pemanfaatan produk sampingan dan sisa pengolahan yang masih kurang menyebabkan jumlah limbah pertanian terus menerus meningkat.
Salah satu limbah organik yang ada di Indonesia yaitu limbah bonggol jagung. Limbah bonggol jagung secara produktivitas per hektar menduduki tempat terendah dibandingkan limbah pertanian lainnya.
Tetapi karena areal tanaman jagung yang cukup luas dan umur tanamannya relative pendek sehingga panen bisa diperoleh beberapa kali dalam setahun, akibatnya hasil produksi dan limbahnya cukup berimbang dengan limbah pertanian lainnya kecuali padi.
Sisa pengolahan industri pertanian pada jagung akan menghasilkan limbah berupa bonggol jagung yang jumlahnya akan terus bertambah seiring dengan peningkatan kapasitas prosuksi (Mahardika dan Dewi, 2014).
Bonggol jagung merupakan sisa pengolahan industri pertanian pada jagung yang jumlahnya akan terus bertambah seiring dengan peningkatan kapasitas produksi.
Kandungan pada bonggol jagung dapat dihitung dengan menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR) bonggol jagung adalah 0,273 (pada kadar air 7,53%) dan nilai kalori 4451 kkal/kg (Koopmans and Koppejan, 1997; Sudradjat, 2004).
Berdasarkan kandungan yang dimiliki bonggol jagung tersebut, bonggol jagung yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku pembakaran tradisional, pembuatan arang dan pakan ternak ternyata dapat digunakan sebagai media tanam jamur merang (Sunandar, 2010).