Visi Indonesia Emas telah ditetapkan. Gema harapan tentang wajah Indonesia yang lebih baik terus terdengar. Misi mencapai mimpi masih berlanjut. Berbagai bidang kehidupan berlomba untuk mempercantik wajah Indonesia. Iya. Sebentar lagi Indonesia akan merayakan ulang tahun kemerdekaan yang ke-100. Usia yang sudah cukup untuk membentuk kehidupan yang lebih baik dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satunya dalam bidang pendidikan.
Pendidikan masuk dalam salah satu visi Indonesia Emas 2045. Upaya dalam bidang pendidikan sempat mengalami kendala ketika wabah covid-19. Pandemi berhasil menggangu perhatian pemerintah. Bukan hanya pemerintah yang kewalahan menangani masalah ini. Para tenaga pendidikan ditantang untuk memulai kebiasaan baru melalui pembelajaran online.
Sisi positif dan dan sisi negatif tercipta dalam dunia pendidikan selama menjalani dinamika dunia maya. Ketercapaian pemberian materi tentu dapat diterima oleh siswa. Namun, fungsi pendidikan tidak berhenti di situ. Pembentukan karakter perlu mendapatkan porsi yang seimbang. Ketidakmampuan pembentukan karakter selama pandemi menciptakan keraguan apabila siswa mengalami perubahan karakter pasca pandemi. Kurangnya interaksi sosial di dunia nyata dan maraknya interaksi dunia maya membuat keraguan itu semakin pasti. Apalagi pembelajaran daring berlangsung selama kurang lebih dua tahun.
Berdasarkan data We Are Social, jumlah pengguna media sosial mengalami peningkatan. Jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022. Pandemi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan suburnya pertumbuhan pengguna media sosial.
Keraguan akan adanya pengaruh media sosial terhadap karakter siswa akhirnya terjawab. Salah satunya dialami guru SDN 001 Kota Batam, Kepulauan Riau. Para guru menginginkan adanya pembelajaran tatap muka secara terbatas guna menghindari terjadinya kehilangan pembentukan karakter siswa. Siswa mengalami perubahan sikap pada waktu pandemi. Perubahan di sini yang jelas perubahan sikap dan perilaku anak-anak karena learning loss sejak pandemi. Artinya, belajar di rumah membuat anak-anak cenderung cuek.
Jauh sebelum pandemi, isu tentang pentingnya pendidikan karakter sudah ramai dibicarakan. Ramainya tindakan intoleransi, kriminalitas, pelecehan, korupsi, dan berbagai tindakan kejahatan menjadi alasan digerakannya pendidikan karakter. Pendidikan karakter semakin mendapat ruang yang luas ketika tindakan kejahatan justru terjadi di lingkungan akademik maupun oleh sekelompok orang yang "ngakunya" berpendidikan. Lagi-lagi sekolah harus menjadi sasaran empuk dari serangan masyarakat. Peran guru dalam mengajar terus dipertanyakan.
Berkaitan masalah ini, Nel Noddings, seorang filsuf pendidikan Amerika menawarkan gagasan tentang perlunya memasukan etika kepedulian dalam ruang pendidikan. Kepedulian kepada orang lain memacu sesorang untuk peka terhadap situasi. Etika kepedulian dapat terwujud melalui relasi. Menurutnya, manusia lahir karena relasi dan ada untuk berelasi. Kemampuan membangun relasi antara guru dan murid di sekolah menjadi kunci terwujudnya proses pendidikan. Dalam tulisan ini, penulis ingin menawarkan gagasan Nel Noddings tentang etika kepedulian dalam pendidikan sebagai upaya dalam membantu proses pendidikan karakter siswa di sekolah pasca pandemi dan menuju Indonesia Emas 2045.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan. Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui perkembangan karakter individu (Nopan Omeri, 2015:465). Relasi antara guru dan siswa sangat menentukan tercapainya pendidikan karakter. Ketika berada di sekolah, pendidikan karakter merupakan tanggung jawab semua guru. Meskipun berkaitan dengan nilai-nilai kebangsaan (guru PKN) dan ketaatan kepada Tuhan dan agama (Guru Agama), pembentukan karakter harus menjadi tanggung jawab bersama.
Ada beberapa nilai yang ingin dicapai dalam pendidikan karakter yakni, religiusitas, nasionalis, integritas, mandiri, dan gotong royong. Nilai religiusitas ditunjukan melalui sikap taat pada ajaran agama dan menghargai agama lain. Nasionalis melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama. Integritas melalui sikap tanggung jawab, konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran, menghargai martabat individu, serta mampu menunjukkan keteladanan. Mandiri melalui sikap belajar sepanjang hayat, mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Gotong royong melalui sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas.