Lumen Fidei merupakan salah satu ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Fransisikus pada tahun 2013. Ensiklik ini diberikan kepada para Uskup, Iman dan Diakon, Biarawan dan Biarawati, serta kaum awam tentang terang iman. Mengapa harus diterbitkan ensiklik ini? Menurut Paus Fransiskus dikatakan bahwa Lumen Fidei adalah tradisi gereja yang berbicara mengenai karunia besar yang dibawa oleh Yesus. Karunia seperti apakah yang dibawa oleh Yesus? Paus merujuk kepada beberapa tokoh dalam Kitab Suci yang menyinggung mengenai hal ini. Dalam Injil Yohanes, Kristus berkata tentang dirinya sendiri, "Aku telah datang ke dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang datang kepada-Ku jangan tinggal dalam kegelapan" (Yoh 12:46)[1]. Tokoh lainnya yakni St. Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus. Ia mengatakan bahwa sebab Allah telah berfirman, "Dari dalam gelap akan terbit terang, Ia juga membuat terang-Nya bercahaya dalam hati kita (2 Kor 4:6).
Ketika kita berbicara mengenai terang, berarti ada sesuatu yang masih samar-samar atau bahkan masih gelap sama sekali. Ketika berada dalam situasi gelap seseorang pasti akan merindukan cahaya atau terang. Paus Fransiskus sangat menyadari bahwa perjalanan iman tidak dibebaskan dari saat-saat kegelapan, kekeringan dan kesulitan. Iman bisa rapuh.
Pope Francis is well aware that the faith journey is not exempt from moments of darkness, dryness, and difficulties. Faith can be fragile[2].
Cahaya yang dimaksudkan Paus laksana matahari yang bersinar seperti yang dikatakan oleh St. Yustinus Martir yang adalah salah seorang bapa-bapa gereja awal yang mati demi kepercayaannya kepada Matahari atau kebenaran sejati. Dapat dikatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Yustinus Martir ini sudah dipengaruhi oleh Filsafat Platon yang mengatakan bahwa kebaikan tertinggi adalah ketika seseorang berhasil keluar dari dalam gua dan melihat matahari yang kini diyakini sebagai Sang Kebenaran.
Ada beberapa hal yang dibahas dalam ensiklik ini. Pertama, kita beriman dalam kasih. Kedua, jika kamu tidak percaya kamu tidak akan mengerti (iman dan akal budi). Ketiga, kusampaikan kepadamu apa yang kuterima sendiri (persatuan iman dan Gereja). Keempat iman dan keluarga.
Kita Beriman di Dalam Kasih
Dalam pembahasan mengenai beriman di dalam kasih, ada beberapa hal yang disinggung yakni tentang iman Abraham, iman bangsa Israel, iman Kristiani, keselamatan karena iman dan bentuk gerejawi iman. Berbicara tentang iman, kita tidak dapat melepaskan diri dari iman yang ditunjukan oleh Abraham. Iman Abraham tidak semata-mata diakui oleh agama Kristen tetapi juga oleh agama-agama lain (Abrahamik: Islam, Yahudi dan Kristen). Abraham adalah contoh bagaimana beriman pada Allah. Ia hanya mendengarkan Firman tetapi ia percaya dan melakukannya. Allah yang memanggilnya bukanlah Tuhan yang asing melainkan Allah yang asal mula dan penopang dari semua yang ada[3].
Iman yang telah ditunjukan oleh Abraham terus berlanjut dalam sejarah bangsa Israel. Bangsa Isreal percaya bahwa suatu saat Allah akan datang untuk menyelamatkan mereka dari pembuangan di Mesir. Perjalanan bangsa Israel tidak hanya mengikuti iman yang diterima oleh Abraham. Ketika dalam perjalanan melewati padang gurun, iman mereka dicobai dan mereka pernah jatuh karena godaan penyembahan berhala. Dalam situasi seperti itu Allah hadir dan menegur mereka dan memberikan pengampunan. Beriman berarti mempercayakan diri pada kasih yang rahim yang selalu mau menerima dan mengampuni, yang mendukung dan mengarahkan hidup kita dan yang menunjukan kuasanya untuk menunjukan keruwetan dalam hidup kita[4].