Lihat ke Halaman Asli

Bandrol Harga dan Barcode Para Wanita Miss World

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Semakin gencar perang urat saraf dari dua sisi, antara yang pro dan yang kontra tentang akan diselenggarakannya Miss World 2013 di Indonesia. Adakalanya kita harus berpikir dahulu sebelum menentukan sikap, walau terkadang pikiran kita juga terburu-buru disimpulkan. Ajang Miss World, terlahir dari dunia barat. Sekarang Kotak Pandora akan dibuka lebar-lebar dalam penjelasan ini.

Dari awal, pemikiran-pemikiran baru muncul dari dunia barat, salah satunya adalah kesetaraan wanita. Tidak dapat dipungkiri, pemikiran akan kesetaraan adalah buah dari pohon rasionalitas, atau bahasa filsufnya adalah Cartesian. Di sini, sebuah retorika politik sebenarnya bermain. Rasionalitas, adalah sebuah paham yang mengedepankan hal-hal yang rasionalitas atau hal-hal yang memenuhi pra-syarat dan persyaratan dalam logika, jika tidak maka akan dibuang. Sama halnya dengan munculnya pemikiran jika wanita sama dengan laki-laki. Sebelumnya ijinkan saya menarik lebih jauh kebelakang, secara empiris laki-laki dan wanita diciptakan berbeda (contoh sederhananya adalah bentuk fisik yang beberapa bagian cukup signifikan perbedannya) jadi jangan meminta hal yang sama, karena secara alamiah laki-laki dan wanita berbeda. Hal-hal yang berbeda akhirnya membuat sebuah pemahaman yang akhirnya berlanjut menjadi sebuah budaya. Pada zaman dahulu, di mana kerajaan-kerajaan masih kokoh berdiri, yang menjadi raja adalah seorang laki-laki, sedang ratu adalah perempuan. Mengapa ini bisa terjadi? secara empiris, laki-laki tidak memiliki masalah mendasar dalam emosi mereka (contohnya, ketika seorang wanita sedang dalam masa subur, emosi mereka sedikit tidak stabil daripada laki-laki, dan secara fisik, laki-laki dapat terlihat lebih tangguh, dan lain sebagainya).Lebih jauh lagi, pada zaman kerajaan tentu peperangan adalah hal yang lumrah, maka pemimpin perang pastilah seorang laki-laki, karena lagi-lagi secara empiris laki-laki dinilai memenuhi untuk melakukan perang. Sehingga, buadaya yang selalu mengedapnkan laki-laki terlahir, perlahan tapi pasti.

Sekarang kembali pada apa yang disebut kesetaraan, barat menciptakannya sebagai bentuk perlawanan atas kaki-kaki laki-laki yang berada di atas kepala mereka. Maka mereka melawan, mereka secara radikal ingin mendeklarasikan jika wanita sama. Yang mendasari ini tentu sebuah paham, paham yang mendasar, paham rasionalitas. Jika laki-laki dapat melakukan ini, maka perempuan juga dapat melakukan ini. Memang itu hal benar, tetapi jangan terlalu melulu diambil kebenaran dari satu titik ini. Bukankah, tidak semua bangsa sama dengan barat? Timur adalah bangsa yang lebih menekankan budaya daripada logika mereka, itu nampak jelas terlihat dari berbagai macam kepercayaan, agama, serta aktifitas masyarakat yang sepertinya "tidak logis" tetapi sudah mengakar. Jika dalam budaya, atau agama, atau sebuah kepercayaan yang sudah mengakar harus di runtuhkan oleh pemahaman dari luar, bukankah ini sebuah paradoks? Rasionlitas, adalah sebuah misi manusia untuk merusak hegemoni Tuhan sebagai kebenaran tunggal, manusia menciptakan kebenaran-kebenaran menurut versi manusia. Sehingga, ketika manusia meghadapi sebuah masalah, maka mereka akan melakukan terobosan untuk memperbaikinya di mana intinya adalah untuk memberikan kenyamanan pada manusia sendiri. Tidak dapat dipungkiri, modernitas yang ada sekarang ini adalah hasil dari akar pikiran rasionalitas, walau modernitas sendiri adalah sebuah upaya untuk menghancurkan bumi (contohnya asap kendaraan bermotor, gedung-gedung berkaca, pembakaran, dll). Itu bumi, sekarang pemikiran-pemikiran juga ingin menghancurkan budaya yang lemah (Contohnya, banyak negara dari timur yang berpikir jika mode terbaik dalam berbusana adalah seperti yang ditunjukkan oleh orang barat, contoh paling mendasar, berapa hari kita akan menggunakan batik dari pada kaos? alasannya sederhana, kaos simpel, sederhana, tidak ribet. Bukankah dari dulu, dari masa ke masa, nenek moyang kita memakain batik, pemikiran sederhana ini memang terlihat jelas membuat kita nyaman, tetapi secara "rasa" ini seperti gigi tikus yang menggerogoti kita. Contoh lain, berapa banyak orang yang ingin menjadi petani dan nelayan dibandingkan menjadi pegawai kantor yang berdasi, berjas, dan bermandikan AC, sebuah paradoks bagi negara yang dengan luas wilayah perairan terbesar serta tanah yang loh jinawi).

Hal ini yang ingin saya tekankan pada pemahaman kesetaraan laki-laki dan perempuan. Secara mendasar, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, kita harus percaya akan sebuah pengertian jika segala sesuatu pasti mempunyai perbedaan, sedang persamaan adalah sebuah permainan politik pemahaman yang benar-benar akan menghancurkan sebuah masyarakat.

Sekarang, langsung menuju Miss World. Banyak mulut yang mengatakan jika kontes ini adalah ajang untuk menunjukkan eksistensi wanita di dunia, sehingga wanita tidak hanya memasak, di rumah, melayani istri, dan bahkan untuk menjaga anak mereka. Banyak yang menyebutkan ini adalah bentuk eksistensi wanita, bahkan keseksian wanita adalah bentuk eksistensi wanita. Konsep cantik adalah dengan bentuk fisik yang nyaris sempurna serta kecerdasan intelektual mereka, padahal standard itu adalah standard yang diciptakan manusia, bukan standard "Tuhan". Sehingga, munculnya wanita wanita yang berlenggak-lenggok di atas panggung, dengan (maaf) dada sedikit terbuka, serta segala bulu yang ada di badan di bersihkan, menciptakan inilah bentuk fisik wanita yang sempurna. Sedang, wanita-wanita tersebut melakukan berbagai macam tindakan sosial, yang menunjukkan sisi moral mereka, sebuah bentuk kesempurnaan secara mental. Akan tetapi, semua harus dihadapkan pada kenyataan, jika banyak hal yang berlawanan dengan hati nurani. Saya singgung sebuah agama yang tidak memperbolehkan untuk membuka aurat, bukankah itu bertentangan? Harga Tuhan sudah dikalahkan oleh rasionalitas manusia untuk eksis, menurut mereka mungkin Tuhan seperti seorang anak perempuan kecil dengan boneka yang memainkan boneka itu seenaknya. Boneka itu adalah wanita, boneka itu merasa tersiksa dengan aturan, aturan yang di ciptakan Tuhan. Sehingga mereka "secara tidak langsung" menjual kepercayaan mereka demi seonggok daging mentah dari keinginan mereka untuk eksis. Jadilah, ajang kecantikan itu adalah sebuah misi dari sekelompok manusia yang ingin "tidak memercayakan Tuhan" pada seluruh manusia. Perlu dicatat, kebanyakan orang-orang hebat yang menciptakan berbagai macam teori, pemikiran-pemikiran baru dari barat, adalah manusia yang mulai tidak percaya Tuhan, sehingga dapat dikatakan itu adalah sebuah misi untuk melawan "Tuhan". Itu masih dari segi satu agama. Saya akan memberikan contoh yang paling sederhana jika mereka akan terbentur oleh suatu kenyataan. Para wanita yang mempertontonkan diri mereka, dengan segala bentuk kesempurnaan yang mereka ciptakan sendiri, adalah seperti ikan dalam akuarium. Jika mereka merasa tubuh mereka, jiwa mereka sempurna, dan mereka ingin mempertontonkan diri mereka, walau mereka tidak merasa menjadi objek, secara tidak langsung, mereka adalah objek. Bukankah mempertontonkan diri dalam suatu kontes adalah menjadikan diri mereka sebagai objek untuk dipandangi, objek untuk dinikamati kemolekan tubuhnya. Bukankah jika mereka tidak ingin menjadi objek seksualitas (walau dalam mata) mereka harus menutup diri mereka, dalam perlindungan Tuhan mereka atau manusia yang lebih dapat menjaganya, laki-laki. Tidak dapat dipungkiri laki-laki secara fisik "seharusnya" lebih kuat (contoh, mengapa pertandingan tinju, kick-boxing, sepak bola, wanita dan laki-laki tidak dipertarungkan dalam satu arena? itu secara tidak langsung adalah bentuk klasifikasi tentang adanya hal yang berbeda dalam diri laki-laki dan wanita). Sehingga, wanita Miss World layaknya seperti sebuah baju di pasar yang memiliki bandrol harga, dan barcode (negara atau etnis, ras, identitas) yang diperjualbelikan tingkat kualitasnya pada para pembeli.

Cantik bukan hal yang harus dipertontonkan, cantik bukanlah standard dari manusia, cantik bukan sesuatu yang diciptakan, karena cantik adalah sebuah anugrah yang pantas untuk orang yang dikasihi, bukan seluruh manusia menikmatinya dan mengaguminya. Itu adalah sebuah pengaruh dari dunia barat yang ingin mengusai Timur baik dari segi kemajuan dan dari segi budaya.

Saya di sini sebagi pihak yang tidak mengalir dalam arus deras sisi pro atau kontra dalam miss world. Saya hanya memaparkan sebuah fakta, di mana fakta itu tidak tersentuh dari pihak manapun.

Masalah wanita bukalah konsentrasi studi saya, tetapi saya selalu tertarik kepada wanita karena saya adalah seorang LAKI-LAKI

To be continued on another discussion of women.

Salam

Wawa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline