Guru merupakan salah satu komponen yang memegang peran penting dalam pendidikan. Guru dan siswa merupakan dua komponen pendidikan yang tidak dapat terpisahkan.
Dalam peranannya guru membantu siswa dalam mencapai hasil belar yang optimal. Maka dari itu diperlukan metode- metode yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam menunjang keberhasilan tujuan pendidikan.
Di era sekarang ini, guru hanya sebagai fasilitator yang artinya pembelajaran bukan berpusat pada guru melainkan pada siswa. Siswa diajarkan untuk mandiri dalam belajar, mereka harus mencari berbagai macam sumber ilmu bukan yang diberikan oleh guru saja. Sumber bacaan bisa diperoleh dari mana saja, bisa buku, internet, dan lain sebagainya.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan aktivitas belajar antara guru dan siswa yang terjadi interaksi diantara keduanya. Salah satu keberhasilan dalam pembelajaran yakni keaktifan siswa saat dikelas. Keaktifan siswa saat pembelajaran dikelas dapat dilihat dari berbagai hal.
Yang pertama yakni apabila siswa memperhatikan (visual activities). Siswa harus memperhatikan guru dalam menerangkan materi pembelajaran. Yang kedua siswa mampu berdiskusi dengan baik. Dalam pembelajaran, siswa juga dapat saling berbagi pengalaman satu sama lain, baik pengalaman dari guru ataupun dari teman- temannya.
Siswa yang aktif, merupakan siswa yang mampu berdiskusi dengan baik, misalnya dalam menyampaikan pertanyaan, pendapat, saran, dan lain sebagainya. Apabila dalam pembelajaran terdapat suatu hal yang kurang dimengerti, siswa yang aktif biasanya akan segera menanyakan pada guru terkait hal yang kurang dipahami. Ketiga, siswa aktif biasanya memiliki kepercayaan diri dalam menjawab pertanyaan.
Dalam pembelajaran, tidak jarang guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan didepan kelas. Biasanya siswa- siswa tertentu saja yang memiliki keberanian untuk maju dan menjawab pertanyaan tersebut.
Keaktifan siswa dikelas dalam hal ini berhubungan erat dengan kepercayaan diri yang dimiliki oleh setiap siswa. Siswa yang percaya diri cenderung lebih aktif dikelas jika dibandingkan dengan siswa yang kurang percaya diri. Dalam hal ini, kepribadian percaya diri dinilai penting dalam meningkatkan keaktifan siswa di kelas.
Jika dikaji berdasarkan teori Skinner, menurutnya seseorang dapat memperoleh suatu tingkah laku yakni dari proses belajar dalam (Tirtawati, 2014). Proses belajar yang dimaksud yaitu bisa dari melihat ataupun interaksi dengan lingkungannya yang memperoleh suatu pengetahuan atau pemahaman. Sehingga dari situ dapat menghasilkan suatu tingkah laku individu. Ia meyakini bahwa kepribadian merupakan manifestasi dari tingkah laku individu yang bertahan stabil dan berulang secara terus menerus (Rosyidi, 2015).
Artinya, kepercayaan diri yang dimiliki siswa bukan merupakan pembawaan dari lahir, melainkan hasil proses belajar dari lingkungannya. Tingkah laku tersebut merupakan bentuk respon individu terhadap stimulus yang diberikan. Stimulus yang dimaksudkan disini adalah kondisi lingkungan yang berperan penting sebagai faktor eksternal.
Apabila dalam kurun waktu yang lama individu merespon dengan cara atau tingkah laku yang sama maka tingkah laku tersebut dapat disebut dengan kepribadian individu.
Menurut B.F Skinner, Diperlukan modifikasi atau kontrol tingkah laku dalam membentuk kepribadian yang diharapkan. Apabila tingkah laku / bentuk respon yang ditunjukkan individu sebelumnya bersifat negatif dan tidak diharapkan untuk bermanifestasi menjadi kepribadian permanen, maka individu perlu mengganti respon lama dengan respon baru.
Respon baru tersebut dapat dihasilkan dari belajar. Teknik yang paling efektif untuk memodifikasi dan mengontrol tingkah laku adalah melalui pengkondisian operan (Operant Conditioning). Didalam pengkondisian operan terdapat beberapa komponen konsekuensi seperti Reinforcement (penguat) dan Punishment (hukuman).
Dalam pembelajaran, guru dapat menerapkan reinforcement atau penguatan yang merupakan teori dari B. F Skinner. Reinforcement sebagai penguatan, reinforcement juga bisa diartikan sebagai konsekuensi yang menguatkan tingkah laku.
Skinner membagi reinforcement ini menjadi dua bagian. Penguatan positif, seperti memberi atau tersenyum, menghasilkan urutan rangsangan yang menyenangkan yang memperkuat pengulangan perilaku responsif. Penguatan negatif, dengan menghilangkan atau menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan seperti penundaan atau tanpa imbalan, memperkuat pengulangan perilaku responsif.
Dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa, guru dapat menerapkan reinforcement positif yakni dapat berupa pujian, senyuman, ungkapan positif, senyum, tepuk tangan, acungan jempol, usapan punggung, usapan kepala, dan masih banyak lagi. Melalui penguatan yang diberikan oleh guru, siswa akan terdorong terus untuk memberikan respons setiap kali muncul stimulus dari guru.
Misalnya pada saat pembelajaran guru meminta siswa maju kedepan untuk menjawab pertanyaan. Saat ada siswa yang maju, guru memberikan penguatan berupa pujian "Bagus sekali, kamu hebat, kamu pintar" ataupun senyuman kepada siswa tersebut. Bentuk penguatan tersebut yang dimaksud dengan stimulus. Dengan adanya stimulus yang diberikan oleh guru, siswa memberikan respon yaitu mau maju kedepan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Ketika stimulus diberikan secara terus menerus dan konsisten, siswa akan memunculkan respon yaitu lebih sering maju kedepan untuk menjawab pertanyaan dan membentuk kepribadian baru yaitu percaya diri. Awalnya mungkin siswa takut ketika diberikan pertanyaan oleh guru, tetapi dengan adanya stimulus secara berulang membuat siswa menjadi terbiasa dan menjadi tidak takut lagi karena mendapat penguatan dari guru.
Dengan adanya penguatan tersebut membuat siswa menjadi lebih percaya diri, tidak takut salah dan merasa dihargai. Siswa yang sebelumnya kurang percaya diri menjadi lebih percaya diri karena pemberian penguatan secara konsisten.
Referensi:
Auliya, R. U. (2018). Teori Behavioral Dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islam. Jurnal AlTaujih: Bingkai Bimbingan Dan Konseling Islami, 4(1), 61--75.
Nursalim, Mochamad. (2019). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rosyidi, H. (2015). Psikologi Kepribadian: Paradigma Traits, Kognitif, Behavioristik Dan Humanistik. Jaudar Press.
Tirtawati, A. A. R. (2014). Teori Kepribadian Manusia (Study tentang Kepustakaan). Widyasrama, 23(1).
Wibowo, N. (2016). Upaya peningkatan keaktifan siswa melalui pembelajaran berdasarkan gaya belajar di SMK Negeri 1 Saptosari. Elinvo (Electronics, Informatics, and Vocational Education), 1(2), 128-139.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H