Lihat ke Halaman Asli

Sabar: Dari Semar, Kartini hingga Foucault

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semoga kita selalu dikaruniai kesabaran, karena kesabaran adalah kritik.

Sabar adalah kritik nyata untuk menahan diri dari konsumerisme yang terus menggerogoti benak kita, dimanapun dan kapanpun. Sabar adalah kritik ketika kita, populasi bangsa ini, dilihat sebagai “pasar” belaka. Sabar adalah kritik ketika ekonomi makro hanya menilai kemampuan daya beli, tanpa mau tahu, darimana kita mendapatkan uang untuk membeli. Sabar menghadapi konsumerisme adalah kesabaran tidak menjadi maling, perampok atau koruptor demi membeli!

Sabar adalah kritik bagi semua provokasi dalam bentuk apapun. Kritik terhadap semua nilai yang mencoba merubah “diri” kita menjadi “segerombolan massa” lalu hajar sini-hajar sana. Provokasi yang merubah ke-wastu-an kita menjadi siwong belaka (hewan berwujud manusia) menurut Sang Hyang Siksakanda Ng Karesian. Provokasi yang menyeret kita menjadi makhluk yang selalu menumpahkan darah, seperti yang terselip di Al-Quran. Sabar adalah senjata dari upaya merubah kemanusiaan kita seperti yang ditulis seluruh keyakinan di dunia.

“When I say "critical" I don't mean a demolition job, one of rejection or refusal, but a work of examination that consists of suspending as far as possible the system of values to which one refers when testing and assesing it” (Foucault. Interview and Other Writing 1977-1984; 107). Sabar adalah kritik yang menunda penilaian kita; sebuah jalan untuk mengingatkan kita akan tugas kita sepanjang dongeng kemanusiaan; mengatasi diri sendiri.

Lihatlah kesabaran Semar. Ia bersabar harus menjadi kawula Karangkabutan, meski ia kadang jengah dengan perilaku Yudhistira, gustinya, yang kadang cuma hooh dan manut saja. Semar bersabar jadi kawula meski ia bisa karena ia adalah ‘dewa’, karena buatnya: sabar ing ngawula adalah sabaring pinandhita!

Raden Ajeng Kartini selalu meyakini dalam perjuangan butuh kesabaran. Kita, katanya, tak bisa mempercepat laju waktu. Apa yang tergesa-gesa bukanlah untuk mempercepat perjuangan, melainkan hanya memperlambatnya.

Hingga saatnya tiba, sabar adalah senjata utama kita menyambut Baratayudha.Semoga...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline