Agar anak berhenti kecanduan gula, orang tua harus kompak juga. Disclaimer, ini syarat mutlak untuk anda ketahui sebelum membaca lebih jauh tulisan saya. Tidak ada kompromi apalagi negosiasi.
Kenapa saya sampaikan hal itu di depan bahkan dalam judulnya, karena kekompakan orang tua ini punya peran besar dalam menghentikan kecanduan akan gula pada anak.
Sepenting itu? Iya, sampai saya katakan tidak bisa di negosiasikan apalagi kompromi. Pasalnya saya yang punya tiga anak ini pernah mempraktekkan hal tersebut dan worth it banget.
Mungkin kemarin ada yang sudah membaca tulisan saya yang berjudul 1,5 Tahun Tanpa Nasi dan Gluten, Cuma Modal Nekat Ingin Sehat, maka sebenarnya ketika saya menjalani itu, suami dan anak-anak saya pun ikut menjalaninya.
Meskipun mereka tetap makan nasi putih yang dicampur dengan beras merah organik sebagai tambahan nutrisinya. Namun pada akhirnya yang saya tuai adalah anak-anak saya jadi tidak suka makanan manis, apalagi sering-sering.
Kecanduan Gula Anak Dimulai dari Asuhan Orangtua
Kecanduan gula anak sebenarnya dimulai dari asuhan orang tua loh. Kenapa? Karena anak adalah peniru yang paling ulung. Selain itu anak adalah sosok seperti canvas putih yang siap dilukiskan oleh kita sebagai orang tuanya.
Faktanya, anak terlahir tidak mengenal rasa, entah itu manis, asam, asin, kecut maupun pahit. Maka kitalah sebagai orang tua yang mengenalkan kepada mereka rasa makanan itu.
Oleh sebab itu, wajar jika seorang anak doyan manis, doyan gula, karena dari awal mereka mengenal makanan tambahan saja (MP-ASI) sudah dikenalkan sama tepung-tepungan. Sudah dikenalkan sama biskuit dengan titel iklannya 'khusus untuk bayi'.
Atau yang hits lagi biskuit yang mendukung pertumbuhan gigi bayi, alamak. Betapa propaganda iklan ini mampu membuat kita sebagai orang tua mengenalkan anak terhadap rasa manis, buka rasa asli makanan.
Maka pola asuh orang tua menurut saya adalah faktor penyebab utama, perilaku makan anak yang doyan manis-manis. Contoh gampangnya, seorang ibu yang suka makan cake, sadar atau tidak dia akan menyuapkan nya juga ke mulut si balitanya dengan alasan 'sedikit saja, yang penting tau rasanya'.
Atau seorang bapak yang suka minum es teh manis, kopi, atau minuman kekinian seperti boba misalnya, belum lagi menjamur gerai es krim ala korean saat ini. Maka anak akan terus mengamati itu, yang diminum selalu berwarna, yang dilihat anak bahwa orang tua suka yang manis-manis.