Lihat ke Halaman Asli

Harap Antri!

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harap Antri!

Siang tadi saya mampir ke sebuah supermarket laris yang janjinya memberikan harga fantastis yang padahal kalu dihitung-hitung harga-harganya lebih mahal dari swalayan kecil deket rumah. Tapi berhubung tempatnya lebih prestige, yaaa saya datang aja kesana. Tempatnya gede seluas lapangan futsal, tapi barangnya nggak lengkap. Sama seperti orang dengan penampilan up-to-date serba wah dan mewah, tapi isi kepalanya nggak lengkap. Bukan saya, mudah-mudahan. Pertama, saya tidak ikutin mode dan kedua saya tidak wah apalagi mewah. Tapi kalau soal isi kepala saya usahakan selalu up-to-date kok! Nah, kembali ke supermarket tadi. Saya mengantri di kasir di belakang ibu-ibu yang  membawa sekeranjang besar penuh sayur mayur. Saya ngedumel dalam hati, “wah bakalan lama nih!” Lalu masih sambil ngedumel saya mulai menginventaris “daftar hitam” si Ibu. Mulai dari beli tempe dan cabe aja kok di supermarket, padahal di warung tetangga juga ada. Padahal kalau dilihat dari tampilannya masih lebih keren saya, sementara saya aja beli tempe masih di warung bu Mur tuh. Yah, begitulah beberapa menit yang saya habiskan dalam dosa hehe..

Terkadang kita tanpa sengaja cemburu dengan rejeki orang lain. Padahal toh rejeki kita tidak terpengaruh olehnya. Misalnya, salah siapa saya kalah cepat antri sehingga orang lain berada di depan. Salah siapa kita lamban merespon peluang sehingga kesempatan itu jatuh ke orang lain. Salah siapa kita malas berdoa sehingga orang lain yang lebih taat ibadah menyerobot antrian kita di jalan rejeki Tuhan? Maka kalau tidak segera bangun dan memperbaiki diri, maka nomor urut antrian kita akan semakin jauh. Saya tidak mau mendapat rumah setelah sepuluh juta orang lagi di antrian depan saya. Saya tidak sanggup mengantri selama itu!!! Saya harus masuk ke antrian VIP. Untuk itu saya harus keluar dari antrian biasa ini, memperbarui diri, memantaskan diri dan membuat diri saya istimewa sehingga bisa masuk dalam antrian VIP itu. Dan itu akan saya mulai dengan mengambil air wudhu dan “melaporkan diri” ke Tuhan Yang Maha Pemurah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline