Lihat ke Halaman Asli

Erni Lestari

Mahasiswa Sastra

Tetap Sesuai Kaidah Kebahasaan atau Menyesuaikan Keadaan?

Diperbarui: 2 Juli 2022   21:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa adalah modal utama sebuah komunikasi, bahan pertama untuk proses berlangsungnya sebuah interaksi. Bahasa yang mengantarkan tersampaikannya tujuan, dari bahasa juga informasi dan ilmu pengetahuan bisa didapatkan. Bahasa yang membuat orang saling memahami dan mengerti tentang banyak hal yang terjadi di dunia ini.

Tersampaikannya tujuan, didapatkannya ilmu pengetahuan, serta tersebarnya informasi tentu harus dengan bahasa yang baik dan benar agar selaras apa yang disampaikan dengan apa yang disimpulkan. Berbahasa yang baik itu berarti bahasa yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi saat terjalinnya komunikasi, lalu benar itu berarti bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah kebahasaan.

 

Masalahnya didapati fenomena yang masyhur di kalangan generasi muda, seiring dengan berkembang pesatnya zaman dan kemajuan IPTEK membuat mereka banyak mengkonsumsi budaya-budaya luar, mulai dari gaya hidup sampai kepada bahasa-bahasa asing diborongnya. Mereka kerap kali berkomunikasi dengan mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing, terlepas itu bahasa Inggris, Korea, Jepang, ataupun negara maju sejenisnya. Merasa bahagia dan bangga ketika dinggap mahir dalam bahasa asing, membuat mereka semakin tidak mempedulikan ancaman tergoyahkannya bahasa bangsa Indonesia itu sendiri.

Merasa keren itulah yang menjadi alasan mereka, mereka juga dipicu oleh beberapa figur inspirasi dalam negeri seperti para selebriti dan tokoh publik baik yang menempuh studi di dalam ataupun di luar negeri.  Para tokoh publik yang dengan cara berbahasanya asing yang kian kali terselip disetiap lontaran kalimatnya, baik melalui media sosial maupun melalui tayangan televisi. Hal itu semakin memicu para generasi muda untuk mempelajarinya kemudian melakukan hal yang sama.

 

Tidak salah sering mempraktikan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari, apalagi tujuannya untuk mengasah kemampuan public speaking yang memang ada teori yang menjelaskan bahwa agar cepat mahir bahasa asing itu harus banyak di praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, utamanya agar tidak lupa. Tetapi dengan pembiasaan mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing dikhawatirkan akan mengikis kemurnian bahasa Indonesia itu sendiri.

 

Tidak hanya dicampur adukkan, munculnya bahasa-bahasa Indonesia yang dipelesetkan jadi bahasa gaul semakin menambah masalah yang ada. Jika kaidah kebahasaan yang harus mengikuti perkembangan zaman maka tidak akan pernah selesai, dalam artian kaidah kebahasaan akan terus mengalami revisi serta akan sulitnya berpedoman pada kaidah yang benar karena akan terus fleksibel seiring waktu berlalu. Adanya EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) saja masih mengalami revisi sehingga menjadi PUEBI, hal ini membuktikan bahwa bagaimanapun kondisinya, bagaimanapun pesatnya perkembangan zaman, tetap berpedoman harus kepada yang telah disepakati dan disempurnakan.

 

Dalam hal ini harapan besar bisa mulai dibenahi dan diterapkan di dikalangan para pelajar karena memang fasilitas memadai serta peluang pun sangat besar menyertai. Berbeda halnya dengan di kalangan masyarakat luas khususnya masyrakat pedesaan, terhadap kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tabu bahkan ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak bisa berbahasa Indonesia disebabkan hanya bahasa daerahlah yang mereka terapkan, terlepas itu karena adat istiadat yang di anut setempat atau hal lain yang mempengaruhinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline