Selasa malam, 31 Agustus 2010, kelompok musik Kua Etnika "pulang kampung".
[caption id="attachment_248909" align="aligncenter" width="300" caption="diunduh dari www.brisbanepowerhouse.org"][/caption] Konser dengan tajuk NUSASWARA ini digelar di Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta. Kelompok musik yang merupakan bagian dari keluarga besar Padepokan Bagong Kussudiardja ini menggelar pentas untuk memperkenalkan album barunya, Nusaswara. Album yang dipersiapkan selama setahun ini merangkum khasanah bebunyian dari berbagai penjuru nusantara. Diketuai Djaduk Ferianto, kelompok musik ini beranggotakan Trie Utami (vokal), Purwanto (bonang, reong, ceng-ceng), Indra Gunawan (keyboard, ceng-ceng), Dhany Eriawan (bass), Benny Fuad Herawan (drum), Agus Wahyudi (keyboard, perkusi), Arie Senjayanto (gitar, saron cilik), Sukoco (kendang, reong), Wibowo (pamade, saron, rebab, siter, saron cilik) dan Sony Suprapto (pamade, saron, shaker). [caption id="attachment_248863" align="aligncenter" width="300" caption="diunduh dari www.whiteboardjournal.com"][/caption] Menarik menyimak repertoire yang disajikan pada konser malam itu, diantaranya Tresnaning Tiyang, Bromo, Merapi Horeg, Matahari, Cilik, Kennanemi, Sintren, dan Reog. Selain menggabungkan instrumen musik tradisional seperti bonang, kenong dan saron yang menghasilkan rasa gamelan yang khas, beberapa pemain musiknya juga memainkan drum, gitar, keyboard, dan bass yang mendekati rasa jazz. Unik sekali! [caption id="attachment_248896" align="aligncenter" width="300" caption="diunduh dari www.wartajazz.com"][/caption] Makin unik ketika aksi teatrikal mulai mengambil peran di panggung. Dalam lagu Sintren misalnya, Djaduk Ferianto, the boss, masuk ke panggung pertunjukan dengan membawa kurungan ayam yang dibebat kain putih dengan hiasan melati di sekelilingnya, sambil menjelaskan tentang tradisi Sintren yang populer di wilayah pesisir utara Jawa. Siapa yang akan dimasukkan di dalam kurungan? Tidak lain dan tidak bukan ... Trie Utami :) Dengan iringan musik khas pesisiran, Trie Utami bernyanyi dari dalam kurungan dan muncul beberapa saat kemudian dengan kacamata hitam berhias untaian bunga. Untung tidak terjadi perubahan yang drastis dari dalam kurungan, hehehe ... Aksi teatrikal yang lain muncul pada lagu Cilik. Setelah Djaduk memberi ilustrasi tentang makna Cilik (kecil, dalam bahasa Jawa), para pemain musik pun beringsut dari alat musiknya dan duduk berjajar di bagian muka panggung. Saya sempat bertanya-tanya, "ada apa lagi ini?" Ternyata, untuk menyesuaikan judul lagunya, semua instrumen yang dimainkan pun berukuran mini. Maka muncullah semacam ensamble dengan instrumen-instrumen mini, berupa saron mini, kendang mini, dan ceng-ceng mini. Interpretasi yang menarik :) Bagian favorit saya adalah improvisasi unik di tengah lagu Matahari (The Eastern Sun). Ketika musik mengalun, tiba-tiba saja Djaduk Ferianto mengundang Glen Fredly (yang ternyata) duduk di kursi VIP penonton untuk bergabung bersama Kua Etnika. Dengan suara primanya, Glen turut bernyanyi dengan improvisasi khasnya. Saya hanya menduga-duga, tanpa latihan bersama saja, Glen bisa begitu padu. Apalagi kalau ikut berlatih, pasti luar biasa hasilnya :) Ketika konser berakhir, saya berharap mendapat kesempatan lagi untuk menonton konser musik yang unik dan interpretatif semacam ini. Karena akhir-akhir ini saya cenderung menjauhi musik-musik mainstream yang begitu seragam, menyimak alunan musik etnik seperti milik Kua Etnika benar-benar menjadi angin segar. Bahan bacaan: 1. Konser Musik Djaduk Ferianto dan Kua Etnika "NUSA SWARA" dari www.wartajazz.com 2. Dan Penonton Pun Dibuat Tertawa Oleh "DJ Aduk", "Miss Pitch Control", Serta Kua Etnika dari www.wartajazz.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H