Lihat ke Halaman Asli

Ernawati Widyaningsih

Psikolog Klinis

Kala Pola Makan Mengubah Perasaanku

Diperbarui: 1 September 2020   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Brooke Lark on Unsplash

"Tell me what you eat, and I will tell you who you are."

- Jean Anthelme Brillat-Savarin

Lima tahun berpraktik sebagai psikolog klinis, saya menilai bahwa mayoritas klien dengan diagnosis gangguan suasana perasaan memiliki pola hidup yang buruk. Salah satu di antaranya adalah pola makan yang tidak sehat. 

Mereka terbiasa makan dengan jadwal yang tidak teratur, sering sekali melewatkan waktu makan, dan cenderung mengonsumsi makanan yang kurang bernutrisi. 

Makanan yang kerap mereka konsumsi adalah makanan yang membutuhkan proses panjang dalam pengolahannya, misalnya makanan instan, makanan cepat saji, atau makanan ringan.

Seperti kita ketahui, mengonsumsi makanan rendah nutrisi secara terus-menerus dapat berakibat buruk pada tubuh. Makanan dengan proses pengolahan yang panjang biasanya minim serat, tinggi lemak, dan mengandung bahan penyedap serta pengawet yang diolah melalui proses kimiawi tertentu. 

Kurangnya konsumsi serat (sayur dan buah) dalam jangka panjang juga terbukti meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis seperti jantung koroner, obesitas, diabetes tipe II, dan kanker (Leis, 1991; WHO, 2014).

Lalu, bagaimana kaitan makanan dengan mental kita?

Keterkaitan Usus dan Otak (Gut-Brain Axis)

Pernahkan Anda merasakan sakit perut di saat Anda merasa cemas? Hal ini biasa terjadi karena kerja sistem pencernaan kita terhambat saat kita merasa cemas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline