Lihat ke Halaman Asli

Erna Suminar

Pembelajar, sederhana dan bahagia

Merayakan Cinta di Saenam

Diperbarui: 9 November 2018   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah jalan di Saenam

Hari cerah ketika menuju Saenam sore itu. Perjalanan mendaki dengan jalanan aspal yang sebagian telah rusak  dengan menggunakan ojek yang dikendarai Dedi, penduduk lokal asli Suku Dawan. 

Dua motor lainnya dikendarai oleh Firmon Adrian berboncengan dengan calon istrinya, Ido Naben yang  menggendong Caca keponakannya. Dan satu motor dikendarai oleh Win Naben, ibunya Caca.  

Mereka semuanya penduduk dalam satu kecamatan yang sama di Miomaffo Barat. Saya sudah ketiga kalinya mengunjungi Miomaffo Barat, Timor Tengah Utara - tepatnya ke Eban. Namun pergi ke Saenam, salah satu desa tetangga dari Eban - ini baru pertama kalinya.

Rumah adat Timor di bukit yang sunyi

Seperti halnya desa tetangganya, Eban yang sangat indah dan  romantis -  Saenam pun demikian. Sergapan sunyi dan Angin Timor serta luruh dedaunan di sepanjang perjalanan dengan dahan-dahan yang menari-nari menjadi suguhan alam yang membawa jiwa saya terbang ke langit yang tinggi. 

Barangkali  juga karena bebukitan padang-padang savana yang dibaluti rerumputan dan menyembul di antaranya bunga-bunga liar  indah yang tumbuh di mana pun mereka mau. 

Pohon-pohon pinus, ampupu dan mahoni menjulang tinggi. Saya merasa bukan sedang berada di daratan Timor yang terkenal gersang - ini wilayah Timor yang sama sekali tak terbayangkan.

Kuda yang merumput dengan tenang

Saya memandangi padang-padang savana dan bukit-bukit sejauh titik penglihatan saya berhenti, sambil menerka-nerka -- apa yang ada di balik bukit sana? Suara burung apa yang bernyanyi di pepohonan yang tinggi. Kuda-kuda merumput dengan tenang. Sapi-sapi berjalan-jalan kian kemari di bukit-bukit tak berpenghuni. Tak ada seorang pun yang mengganggunya. Merdeka sekali.

Win, Caca, Ido, Firmon dan sapi-sapi..

Kupandangi Firmon Adrian, lelaki Timor yang lembut dan tenang -- serta  Ido Naben yang penuh perhatian. Mereka saling melemparkan senyum dan tertawa berderai bersama sambil menuruni bukit. Kunikmati Win Naben yang keibuan dengan putrinya yang ceria, Caca..berlari-lari sembari tertawa-tawa. 

Mereka  pemandangan yang indah, yang membuatku tersenyum bahagia.  Kulihat Dedi yang pikirannya tak terbaca -  yang  harus terus bersiap-siap kesabarannya diuji oleh penumpangnya yang kalap melihat  seluruh suguhan alam Saenam yang terberkati.

Sapi sendiri

Jika saja ada seribu alasan -- saya akan bertahan di sini -- mengikuti kata hati ke mana akan pergi. Namun senja terus meninggi. Dan memang saya harus pergi -- untuk kembali. Begitulah orang yang jatuh hati pada Tanah Timor, selalu ada alasan untuk bertahan dan kembali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline