Salah satu buku jadul,magnum opus dari sang maestro sastra, Kahlil Gibran adalah Sayap-Sayap Patah. Buku ini telah banyak diresensi dan dibaca jutaan orang diseluruh dunia sejak terbitnya pertama kali, yaitu pada tahun 1922. Posting ini sebenarnya bukan cuma ketinggalan kereta lewat, lebih tepatnya ketinggalan meteor jatuh. Kalau pun saat ini saya mengupasnya kembali, bukan sebagai pelengkap apalagi meresensi.Sebutan yang paling cocok adalah melengkapi penderitaan cara saya menulis.
Jujur saja, saya tak mampu menilai karya sehebat Kahlil Gibran. Pun ketika merangkum, ternyata saya pun tak bisa menyajikannya dengan indah seperti yang lainnya, Paling tidak postingan ini sekedar untuk meresume untuk kepentingan pribadi.
Buku ini berkisah tentang kasih tak sampai antara tokoh “Aku” dan Selma Karamy.Ceritanyasebenarnya cukup sederhana, kalau di Indonesia mirip dengan Siti Nurbayadengan latar Minangataucerita skenario film The Princess dengan latar keluarga bangsawan Inggris. Namun karena penulisnya amat piawai merangkai kalimat indah, jadilahbuku yang kaya dengan bahasa sastra metafor yang amat menawan
Selma Karamy adalah cinta pertama sang “Aku”, yang menjadi tokoh utama dalam buku ini, namun jalinan kasih itu akhirnya harus pupus karena sang ayah, Farris Effandi tak sanggup menolak lamaran uskup Bulos Galib untuk kemenakannya yang bernama Mansour Bey.Pilihan sang Uskup pada Selma semata-mata karena uang ayahnya Selma yang tentunya akan menjamin Mansour Beymenjadi kaya, sejahteradan membuatnya jadi orangpenting. Ayah Selma sempat meminta kepada “Aku” agar menjaga Selma danmenjadi menjadi sahabat yang setia.
Cinta “Aku” dan Selma sulit dipisahkan. Diam-diam antara Aku dan Selma sering bertemu di suatu tempat. (maklum..dulu belum ada fesbuk, YM dan sejenisnya, sih) Mereka berbicara berbicara tentangmasa kini, mengkhawatirkan masa depan, mengatakan rahasia yang tersembunyi dikedalaman hati masing-masing, mengeluhkan kesengsaraan dan penderitaan mereka berdua, dan saling menghiburdengan harapan khayali dan mimpi penuh duka. Pembicaraan mereka tak terbatas soal diantara mereka berdua, tetapi juga soal masalah-masalah kontemporer. Mereka saling bertukar pikiran dengan asyik-nya. Kendati secara raga mereka tak bersatu, namun jiwa dan hati mereka bertemu.
Selma meninggal dunia sesaatsetelah melahirkan putranya, yang juga sama-sama menjemput kematian. Mansour Bey tak memperlihatkan kepedihan itu, seolah mati rasa.Justru “Aku” lah yang paling merasakan duka cita yang sangat mendalam. Novel ini diakhiri dengan hancurnya hati sang Aku yang juga menjadi epilog dari kisah ini,“..Ketika si penggali kubur menghilang di balik pohon-pohon poplar, aku tidak tahan lagi; aku menjatuhkan diri di atas makam Selma dan meratap “.
Apabila anda sempat membacanovel ini, mungkin puisi sayap-sayap patah ini akan membantu kita untuk ikut lebih menghayati bagaimana remuk redamnya sang tokoh “Aku”, ketika ia menyadari bahwa jalinan kasih diantara mereka tak akan pernah menepi.
Wahai langit
Tanyakan pada-Nya
Mengapa Dia menciptakan sekeping hati ini..
Begitu rapuh dan mudah terluka
Saat dihadapkan pada duri-duri cinta
Begitu kuat dan kokoh
Saat berselimut cinta dan asa
Mengapa Dia menciptakan sayang dan rindu
Didalam hati ini
Mengisi kekosongan di dalamnya
Menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih
Menimbulkan segudang tanya
Menghimpun berjuta asa
Memberikan semangat
Juga meninggalkan kepedihan tak terkira
Mengapa dia menciptakan kegelisahan di relung jiwa
Menghimpit bayangan
Menyesakkan dada
Tak berdaya menolak gejolakyang menerpa
Wahai ilalang…
Pernah kah kau merasakan rasa yang begitu menyiksa ini
Mengapa kau hanya diam
Katakan padaku
Sebuah kata yang bisa meredam gejolak hati ini
Sesuatu yang dibutuhkan raga ini
Sebagai pengobat untuk sakit yang tak terkendali
Desiran angin membuat berisik dirimu
Seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku
Aku tak tahu maksudmu
Hanya menduga
Bisikanmu mengatakan ada seseorang dibalik bukit sana
Yang menunggumu dengan setia
Menghargai arti cinta
Hati yang terjatuh dan terluka
Merobek malam menorah seribu duka
Kukepakkan sayap-sayap patahku
Mengikuti hembusan angin yang berlalu
Menancapkan rindu
Di sudut hati yang beku
Dia retak, hancur bagaikan cermin
Berserakan..
Sebelum hilang di terpa angin
Sambil terduduk lemah
Kucoba mengais sisa hati
Bercampur baur dengan debu
Ingin kurengkuh
Ku gapai kepingan di sudut hati
Hanya bayangan yang kudapat
Ia menghilang saat mentari turun ke peraduannya
Tak sanggup ku kepakkan sayap ini
Ia telah patah
Terusuk duri-duri yang tajam
Hanya bisa meratap
Meringis
Mencoba menggapai sebuah pegangan
_______
Rujukan : Kahlil Gibran, (Sapardi Djoko Damono, penerj.), Sayap-Sayap Patah, Bentang Pustaka, 2011
Puisi diunduhdan dituliskan kembali dariwebsite : www.catatanharian.wordpress.com
Sumber gambar : www.joon.be
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H