Lihat ke Halaman Asli

Erna Suminar

Pembelajar, sederhana dan bahagia

Jiwa Tua yang Terjebak di Dunia

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13018111911260341765

Tadi malam, saya berbalasan sms dengan seorang sahabat. Saya sendiri sedang demam begitu pula sahabat saya, sedang sakit. Lucunya, kami saling menasihati untuk sehat seperti sediakala.Perasaan senasib kami berdua membuatnya menamai, “ gank”” pasien. Simbiosis keren, guraunya. Lalu ia mengatakan, “ Kita ini jiwa-jiwa tua yang terjebak di dunia, Teh.” Candanya., Dan saya pun membalasnya dengan candaan ringan pula. Walau sesudahnya membuat saya termenung. Benar kita ini berasal dari alam ruh. Ruh memang telah diciptakan terlebih dahulu sebelum jasad kami menghuninya.

Saya teringat filsafat Yunani, dari pemikiran mistik ala Phytagoras. Menurut Phytagoras, roh manusia itu suci dan berasal dari tempat suci. Kemudian turun ke dunia materi masuk kedalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang mulanya suci itu tidak suci dan karena itu ia harus menyucikan diri dengan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Demikian pula dalam pandangan sufi,roh yang masuk dalamkedalam janin di kandungan ibu berasal dari alam ruhani yang suci, tetapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat di tubuh manusia. Maka untuk bertemu Tuhan Yang Maha Suci, roh itu harus membersihkan kalbunya dengan beribadah dan beramal saleh

Seperti juga Sidharta Gautama yang mengajarkan untuk mencapai keindahan Nirwana, kita harus meninggalkan dunia, berkontemplasi, mengambil dari dunia hanya sedikit saja. Sekedar menegakkan tubuh untuk melayani Tuhan dan kemanusiaan.

Penyucian ruh juga dikenal dalam ajaran Kristen. Kristen mengajarkan Yesus adalah inkarnasi Tuhan untuk menyempurnakan misi keselamatan karena manusia tidak mungkin mengalahkan dosa, kecuali ada intervensi langsung Tuhan dengan mendarah dan mendaging dalam tubuh Yesus sehingga terjadi pergulatan langsung dengan hakikat dan derita kemanusiaan (Hidayat, 2010:72). Karena itu untuk mensucikan ruh, para rahib-rahib Kristen dulu sengaja mengasingkan diri di padang gersang. Di siang hari mereka menjadi tujuan bagi orang-orang yang kepanasan, dan kala malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi para musafir. Mereka sangat murah hati dan penolong bagi siapa pun, seperti yang diajarkan oleh Yesus.

PenumpangJasad.

Penyucian-penyucian jiwa (takziyatun nafs) ini memberikan dampak ketenangan yang luar biasa bagi para empunya. Karena itu mengapa orang-orang sufi sedemikian kerasnya menempa diri dengan latihan-latihan ruhani. Seperti halnya Rabi’ah Al Adawiyah cintanya pada Allah telah memalingkan hatinya dan tak ada yang berharga di hatinya selain Allah itu semata.

“ Tuhanku, bintang dilangit telah gemerlapan, mata-mata telah bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci, tiap pecinta telah berduaan dengan yang dicintainya, dan inilah aku berada di hadiratMu”.

Latihan-latihan ruhani ini akan mengantarkan manusia pada ma’rifat yang disebut dalam ilmu tasawuf pengetahuan yang langsung diberikan Tuhan kedalam kalbu manusia, seperti tertuang dalam hadits qudsy “HambaKu yang senantiasa mendekatkan diri kepadaKu melalui ibadat sehingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Kucintai, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya dan tangannya.”

Karena itu dalam literatur sufi disebutkan tentang orang-orang yang telah mencapai ma’rifat ketika matanya terbuka dan tertutup yang dilihatnya hanya Allah dan mata hatinya dipenuhi kecintaan yang sangat mendalam kepada Tuhan.

Bagi orang-orang yang sedemikian mendalamnya kecintaan kepada Tuhan, kematian disebut oleh Rumi hanyalah pembuka pintu rahmat yang abadi. Namun bukan berarti ketika sakit, tak ada ikhtiar untuk sembuh. Ikhtiar adalah bagian dari ibadat. Kita semuanya memang akan pulang, seperti pula kata Ibn ‘ Arabi dengan cara berbeda-beda. Ada yang kembali dengan hati terpaksa dan kembali dengan sukarela. Karena kita-ruh- hanyalah penumpang jasad semata. Hanya ruh yang suci , jiwa yang tenang yang akan kembali dengan sukarela.

Kita memang makhluk ruhani yang terbungkus jasadi. Jiwa tua yang “terjebak” di dunia.

___________

^-^ Sakit itu ilusi mental ^-^

Rujukan :

1.Harun Nasution, Tasawuf dalam buku Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Paramadina, 1994.

2.Jalaluddin Rakhmat, Membuka Tirai Kegaiban, Mizan, 2008

3.Komaruddin Hidayat, Psikologi Beragama, Hikmah, 2010.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline