[caption id="attachment_326139" align="aligncenter" width="576" caption="Dokumen pribadi"][/caption]
Ya, salik.
Musafir Debu yang menembus perjalanan di Ulee Lheue[1]
Menyusuri pantai-pantai kasih sayang Tuhan tanpa tepian
pada lautan dzikrullah,
di mana angin sesayup berhembus,
mengabarkan kedatangan para malaikat rahmat
yang memeluk hati yang tertawan,
dalam kuyup di keheningan yang Maha Rahman.
Musafir Debu itu tertunduk terdiam, hanya tertinggal jiwa gaduh dalam tanya,
‘Apakah aku terangkum dalam rahmat-Mu? Bukankah Engkau adalah lautan ampunan?’
Wahai kuncup-kuncup iman terbukalah..!
Bauran tawa, tangis, sedih dan gembira serta segenap cerita perjalanan adalah permulaan kisah. Engkau datang dari keabadian.’
Lelaki-lelaki tua dengan sorban mengelayut di pundak saling bercerita.Perempuan-perempuan masih memakai mukena berjalan di halaman mesjid, di antara teriakan anak-anak yang berlarian membawa Qur’an. Musafir Debu duduk di bawah menara, berbisik pada Tuhan-nya :
‘Jadikan aku tawanan Kekasih,pada Rumah Kasih Sayang..’
Baiturahim[2], dia lah yang tertawan di rumah Kekasih dan yang mengasihi. Jendela-jendela mesjid membuka Cahaya, mengabarkan romantika perjalanan jiwa yang merindu pada sang Maha Cinta. Melantunkan dzikrulllah bersama angin dan cemara-cemara yang dilalui tadi di sepanjang jalan pada batas antara laut dan daratan di Ulee Lheue.
Ya arhamar-rahimin, irhamna. Wa afina wa’fuanna wa ‘ala tha’atika wa syukrika a’ inna wa ‘alal islami wal imanil kamilaini jam’an tawaffana, wa anta radhin ‘anna wa’an babika fala tathrudna, ya wasi’al maghfirah, ya hayyu ya qayyum, birahmatikal-wasiah, bijahika ya Allah…
Oh Tuhan Yang Maha Pengasih di antara yang pengasih, kasihilah kami. Ampunilah kami dan hapuskanlah kesalahan kami. Tolonglah kami untuk menaati-Mu dan bersyukur atas nikmat-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Islam dan iman yang sempurna, dan dalam keadaan Engkau meridhai kami. Dan janganlah Engkau mengusir kami dari pintu surga-Mu, oh Tuhan yang maha luas ampunan-Nya….
Ya, salik..
Musafir Debu...
Kelana-kelana bersisian pada jadwal Yang Maha Rahman, di tempat bumi dibentangkan, di mana para perempuan menundukkan pandangan, dan bersujud dalam kerendah-hatian.
Di bawah menara mesjid Baiturahim mata sang Musafir Debu berkaca-kaca,
‘Ya, Allah... yang tersisa padaku hanya diri-Mu
dan Kasih Sayang..’
(Banda Aceh, 2013)
[1] Nama sebuah tempat di tepi laut di Banda Aceh.
[2] Sebuah mesjid dekat pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh, yang selamat dari tsunami, 2004.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H