Lihat ke Halaman Asli

Ernani

Mahasiswa S3 PBI Universitas Sebelas Maret

Ketidaksantunan Berbahasa dalam Bersosial Media

Diperbarui: 12 Juli 2023   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Santun  berbahasa sangat diperlukan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan sejauh mana karakter dan kepribadian seseorang terhadap lawan bicara atau terhadap si penerima bahasa. Secara pengertian santun berarti memperhatikan diksi dan melihat situasi di mana bahasa tersebut digunakan. 

Santun juga berarti tidak mengandung unsur 'pelecehan' dan 'menciderai' si penerima bahasa. Sementara itu, ketidaksantunan berbahasa berarti si penutur tidak memperhatikan etika dalam berbahasa, di antaranya etika terkait nada bicara, misalnya meninggikan suara terhadap orang lain yang secara status sosial lebih rendah atau secara usia lebih tua dari kita. Ketidaksantunan berbahasa bisa juga dilihat dari penggunaan kata-kata yang cenderung kasar dan tidak layak untuk didengarkan, serta penggunaan bahasa yang menunjukkan unsur kebencian dan ketidaksukaan terhadap lawan tutur atau si penerima tuturan tersebut.

Salah satu femomena ketidaksantunan berbahasa yang sering terjadi ialah ketidaksantunan berbahasa dalam bersosial media, terutama dalam memberikan komentar di platform youtube, instagram, tiktok, atau pun platform snack video. Misalkan saja, komentar netizen terhadap anak pasangan artis Lesti Kejora dan Rizky Billar. 

Berdasarkan pantauan yang ditemukan dari berbagai postingan di media sosial, seperti snack video dan tiktok. Banyak ditemukan komentar yang tidak seharusnya disematkan ketika berselancar di media sosial, khususnya dalam mengomentari fisik dari anak sang artis. Hal yang paling mengherankan ialah rata-rata yang meninggalkan komentar negatif atau komentar 'tidak pantas'  terhadap balita tersebut mayoritas perempuan dan notabene tidak menyukai pasangan artis tersebut. Terlepas dari apapun alasannya, seharusnya kita bisa menggunakan bahasa yang sopan dalam berkomentar dan tidak perlu risih jika beranda di TikTok selalu muncul  video sang artis dengan buah hatinya. Hal yang paling bijak dilakukan ialah 'abaikan' atau tulislah komentar yang tidak menyinggung permasalahan fisik. 

Tentu  sangat disayangkan apabila fisik seorang anak dijadikan bahan ejekan, padahal belum tentu sesuai dengan kenyataan. Selain itu, tidak dibenarkan juga mengolok-ngolok fisik seseorang dikarenakan setiap manusia terlahir dengan sebaik-baik penciptaan. Oleh sebab itu, jangan ringankan jari-jari kita untuk menuliskan kata-kata yang tidak sesuai norma, di antaranya norma kesantunan. Apalagi kata-kata kasar berisi hujatan dan juga ejekan. Khususnya kata-kata 'bernoda' yang tidak pantas untuk ditujukan kepada seorang bayi yang tidak berdosa.

Berdasarkan data komentar yang dirangkum dari beranda tiktok dan snack video, terdapat komentar yang sangat 'sadis' yang teramat miris jika dibaca. Di antaranya postingan yang memperlihatkan anak sang artis tersebut sedang makan, kemudian muncullah berbagai komentar yang mengungkapkan bahwa anak tersebut 'rakus', serta disamakan dengan salah satu hewan pengerat, hewan reptilia, dan hewan-hewan lainnya. "Bayi Rakusss kyk Tikus" disertai emoji tertawa. 

Selanjutnya, komentar "Tampang Rakus", "Sangat Rakus", "Jorok", dan "si KODOK berantakan amattttt" dan "begini kalo anak beruk makan jorok, jember, rakus'. Jika dilihat dari komentar-komentar tersebut, apakah memang si penulis  komentar memiliki 'dendam kesumat' terhadap pasangan artis tersebut, sehingga dengan mudahnya mengekspresikan ketidaksukaan dengan menggunakan kata-kata yang tidak dipilah secara baik. Selanjutnya, komentar lainnya yang lebih menyinggung masalah fisik, seperti bentuk hidung, bibir, ataupun bentuk wajah,  di antaranya komentar "ini anak mungkin krn monyong jadi rakus yak...ileran pulak', "bayi artis paling terjelek, masih bayi kok mukax (wajahnya) tua", dan komentar "kok kaya onyet (monyet) ya mukanya", serta komentar-komentar lainnya yang bernada ejekan.

Data-data di atas dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam mengekspresikan pikiran, perasaan dalam bentuk tulisan (verbal). Artinya, berkomentar itu tidak dilarang, asalkan memperhatikan prinsip kesopanan dan menghindari ketidaksantunan. Hal itu perlu dilakukan supaya lisan atau jari kita tidak menyakiti orang yang mendengar atau membaca tulisan kita. Budayakan untuk selalu berpikiran positif terhadap orang lain, apalagi dengan orang yang tidak kita kenal secara langsung. Perilaku positif maka adopsilah, sebaliknya perilaku negatif maka tinggalkanlah, serta jangan sampai ada hujatan terhadap orang tersebut. 

Mari menjadi netizen yang bijak! bijak dalam memanfaatkan sosial media, terutama bijak dalam berkomentar  terlepas di platform manapun dan pada siapa pun. Apa ruginya menjadi orang baik, karena hal-hal baik akan membuahkan kebaikan, di antaranya baik dalam menggunakan bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa sangatlah diperlukan dalam berkomunikasi, dan wujud kesantunan tersebut bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bersosial media atau pun dalam kehidupan nyata.

Penulis

Ernani: Mahasiswa S3 PBI Universitas Sebelas Maret

Muhammad Rohmadi: Dosen S3 PBI Universitas Sebelas Maret




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline