Kerokan adalah suatu istilah yang sangat akrab di telinga rakyat Indonesia. Mustahil ada yang belum pernah mendengarnya. Teknik penyembuhan sederhana yang sangat mujarab khasiatnya dan mampu menghilangkan keluhan seputar masuk angin ini sungguh menjadi solusi yang ajaib untuk meraih kesegaran tubuh dalam waktu cepat.
Kerokan Itu Ritual
Suatu malam yang melelahkan usai bepergian dari mengunjungi kerabat yang sedang hajatan, badan terasa lemas, nafas ngos-ngosan, kepala pusing dan beberapa kali bersendawa setiap leher dipijat. "Wah, masuk angin, nih". Pikir saya. Lantas tak perlu menunggu lama tubuh ini akhirnya menjalani ritual yang ngangeni dan tak membosankan dilakukan yakni, kerokan.
Bisa dibilang saya akhirnya sangat akrab dengan ritual ini. Menyiapkan piring kecil berisi minyak untuk membaluri kulit, koin kuno yang ternyata lebih ampuh menggaruk kulit dibandingkan koin bikinan Bank Indonesia, sehelai handuk kecil untuk mengelap bekas kerokan di kulit, dan terakhir obat gosok yang memberi sensasi semriwing. Semuanya adalah perangkat penting untuk menyukseskan kerokan.
Aktivitas kerokan ini biasanya memakan waktu sekitar 20 menit hingga setengah jam dan biasanya di rentang waktu selama itu saya akan menikmati setiap gesekan koin dengan kulit dari tahap yang tak terasa apa pun alias masih kebal hingga ke tahap meringis karena gesekan kulit mulai terasa menggigit. Hingga akhirnya ritual ini dianggap selesai setelah tidak ada lagi bagian kulit di punggung yang perlu dikerok.
Dan punggung pun penuh dengan bilur-bilur merah seolah habis dilecut. Seakan belum lengkap, ritual ini pun diakhiri dengan meminum segelas teh atau jahe hangat. Hhmm, sedapnya. Terbukti setelah ritual ini badan terasa lebih segar dan kuat kembali seakan siap menantang dunia kembali.
Awal Mengenal Kerokan
Sebenarnya saya tak ingat kapan pertama kali tertarik untuk kerokan. Karena awalnya saya tak terlalu suka dengan aktivitas ini. Dalam pandangan saya mengapa orang mau bersusah payah untuk 'menyakiti kulitnya' alias dikerok tubuhnya kalau berbagai ramuan jamu atau obat-obatan sudah banyak yang tersedia untuk menyembuhkan masuk angin.
Persepsi saya berubah saat saya tinggal di kost-kostan dan jauh dari rumah beberapa tahun silam. Berawal dari keterpaksaan karena hidup sendirian dan enggan pergi untuk sekadar membeli obat anti masuk angin serta saat tubuh ini mulai ada tanda-tanda masuk angin, spontan saya melakukan kerokan pada akhirnya.
Masa-masa berkerokan ria ini saya jalani dengan suka dan duka. Sukanya bila saya berhasil mengenali gejala khas tubuh yang mulai dilanda masuk angin. Terus terang awalnya saya belum bisa mengenali tanda-tanda tubuh yang sedang masuk angin. Misalnya saja saat kepala terasa pusing dan berdenyut-denyut, saya akan langsung minum obat yang dijual bebas. Setelah beberapa kali mengalami sakit kepala, tebersit di pikiran untuk mencoba kerokan di bagian tengkuk dan voila! Pusing saya seketika hilang berikut bunyi sendawa yang lumayan keras. Hebat kan? Sedangkan dukanya bila saya tak sempat mengenali gejalanya dan telanjur jatuh sakit yang lebih parah. Rasanya ada sesal mengapa tidak langsung kerokan begitu terasa tak enak badan.
Setelahnya, setiap ada keluhan di tubuh misalnya meriang atau tubuh kedinginan saya akan larikan dengan kerokan. Lambat laun akhirnya memang saya mampu mengenali berbagai gejala khas di tubuh saya sendiri bila terkena masuk angin. Seperti misalnya bila tubuh sehabis kehujanan saya pasti akan kerokan sesudahnya. Kali lain saat tubuh mulai pegal-pegal dan perut kembung, saya akan segera kerokan. Saat tubuh terasa meriang saya akan kerokan. Saat perut kram akibat gejala PMS saya akan...kerokan. Walhasil saya menjadi sangat ahli dalam mengenali kondisi tubuh yang terkena masuk angin. Bahkan bila saya dapati diri saya sering mengantuk itu pun pertanda saya akan segera kerokan. Boleh dibilang akhirnya saya menjadi orang yang akrab dengan kerokan.