Tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Untuk memperluas karya, ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf. ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR). Sebagai bagian dari akuntabilitas keuangannya, ACT secara rutin memberikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik kepada donatur dan pemangku kepentingan lainnya, serta mempublikasikannya melalui media massa.
Sejak tahun 2012, ACT mentransformasi dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program sekarang sudah sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
ACT Tegal merupakan salah satu ACT dari sekian ratus organisasi tersebar di Indonesia. ACT Tegal berdiri sejak tahun 2019 dan sampai sekarang masih aktif sebagai relawan bencana alam, hingga sekarang ACT Tegal sudah membantu banyak masyarakat publik lewat programnya yang tentunya membawa manfaat dan pengaruh baik untuk masyarakat.
Salah satu contoh kasus adalah korban erupsi semeru, dimana ACT Tegal ikut mengambil peran dalam menolong masyarakat korban erupsi semeru yang meliputi bantuan dari saat terjadinya bencana hingga pascabencana. Hingga saat ini ACT terus mengupayakan untuk selalu memberikan bantuan pascabencana kepada para korban, salah satunya yaitu rekonstruksi dan rehabilitasi infrastruktur yang ada di sekitar kawasan semeru yang terdampak erupsi. Salah satu programnya yaitu ACT membuat ICS (Integrated Community Shelter) yang mana itu merupakan sebuah hunian sementara yang khusus disediakan pihak ACT, terdiri dari hunian untuk masyarakat, masjid, sekolah, dan layanan publik lainnya yang tentunya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat saat terjadi bencana sampai pascabencana.
Selain itu banyak program-program yang berusaha diimplementasikan yaitu aksi-aksi yang harus dilaksanakan salah satunya yaitu berkaitan dengan sumur wakaf. Seperti contohnya program sumur wakaf di Yogyakarta tepatnya di Kabupaten Gunung Kidul. Di Kabupaten Gunung Kidul mengalami krisis air, karena dilihat dari segi topografinya, Kabupaten Gunung Kidul adalah daerah perbukitan dimana akses untuk mendapatkan air cukup sulit. Salah satu cara masyarakat untuk mendapatkan air juga dengan melakukan pengeboran, sementara untuk mencapai sumber air diperlukan pengeboran sedalam 80 meter dan membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Sejak itu kami mencoba menginisiasikan program sumur wakaf, yang mana dari program sumur wakaf tersebut bisa dialokasikan ke masyarakat yang membutuhkan," ujar Ito selaku penggerak program ACT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H