Lihat ke Halaman Asli

Ermansyah R. Hindi

Free Writer, ASN

Teriakan Perang

Diperbarui: 29 Januari 2024   05:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Capres Prabowo Subianto (Sumber gambar: kompas.tv)

Lain tempat, lain gaya bicara. Berbeda latar belakang, berbeda isi komunikasi politik. Itu yang dilakukan oleh Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto. Calon presiden lainnya juga demikian, Prabowo berada di tengah kerumunan massa. Pilihan gaya komunikasi politik calon presiden sudah cukup manjur dan jempolan. Mengapa?

Prabowo tahu audiens. Siapa audiensnya? Prabowo terlalu "imut" untuk berkoar-koar tentang masa depan melulu, yang belepotan dengan soal masa lalu.

Kelak, dua masa itu akan bertemu antara kerumunan dan jurus plus-plusan, gratisan, dan sesuatu yang baru dari calon presiden. Belum lagi, orang yang ingin pindah pilihan dan hal itu lumrah. Tetapi, cuma teriakan perang Prabowo di hadapan barisan pendukungnya. Karena itu, teriakan perang nampak mengambang di hadapan kerumunan massa. Yang dibutuhkan teriakan perang itu di hadapan barisan "pasukan."

Usai barisan terbentuk, akhirnya teriakan perang berbanding terbalik di antara koar-koar tentang gratisan, keberlanjutan, dan di antara keduanya. Nyatanya, orang sudah pindah dukungan melebihi kerumunan karena sudah melihat ada gejala paslon presiden dan calon wakil presiden yang bakal menang. Kita sadar soal calon presiden, Prabowo yang bergerak dari kerumunan ke barisan.

Apa ada efek barisan? Pertama, awalnya, kerumunan yang berjubel dan berdesak-desakan menghampiri calon presiden mereka. Kesempatan yang ditunggu-tunggu mungkin sudah lama, sehingga orang-orang bisa bersalaman dan lempar senyum pada Prabowo. Calon presiden pun spontan membalasnya. Seseorang begitu gercepnya berselfi ria dengan sang calon presidennya. Kedua, elektabilitas Prabowo ikut menanjak. Rerata lembaga survei merilis Prabowo unggul atas calon presiden lainnya jelang kurang dari sebulan pencoblosan.

Kedua alasan tersebut sulit mengubur mimpi Prabowo. Ditambah dengan penampilan di sana nampak lebih dominan kostum seragam berwarna merah. Warnanya jauh lebih menonjol daripada baju warna biru muda dari Prabowo. Pemandangan itu tidak buyar hingga sebelum dan setelah kegiatan berlangsung, di tempat yang telah disediakan oleh tuan rumah.

Saya menonton potongan video pidato politik Prabowo Subianto dengan penuh "khusyu," yang berdurasi selama tiga menit lebih. Saya mencoba menyimak ulang apa kata-kata Prabowo, di menit pertama. Suara di video itu rupanya langsung dari pendahuluan pidatonya. Yei hou! Yei hou! Dua kali diserukan oleh Prabowo. Yang dibelakangnya ada pria nampak berpakaian khas suku Dayak. Dia berkalungkan seperti manik-manik.

Agar menjaga identitas Suku Dayak, sebagian kecil yang hadir mengenakan pakaian khas. Dilengkapi dengan penutup kepala bercorak etnis menambah semangat para peserta kegiatan politik.

Mereka berkostum seragam, merah warnanya tidak berarti mencopot semua identitas Suku Dayak. Diakui, sosok Prabowo sudah khatam dengan kebinekaan. Dia sosok pluralis, yang tidak sepi dari isu.

Di sebelahnya juga, dua pria, berkostum warna merah menyala. Begitu pula yang lain nampak berdiri dengan roman wajah ceria. Dari titik ini, ada sepenggal ucapan Prabowo. "Makanya saya masih ingat, tadi itu teriakan perang," tutur Prabowo. Serentak disambut oleh para hadirin dengan bunyi teriakan yang sama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline