Lihat ke Halaman Asli

Ermansyah R. Hindi

Free Writer, ASN

Secuil Diskursus Politik

Diperbarui: 17 Januari 2024   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penampilan Prabowo, Ganjar, Anies di satu kegiatan (Sumber gambar: detik.com)

Beban di tengah bobot penyamaran, pertukaran, dan kejatuhan tidak lagi menjadi gaya berat. Gerak-gerik tubuh terus-menerus belajar kepada keajaiban permainan tanda. 

Daya yang menang sebagai penalaran muncul akibat permainan. Kelahiran permainan catur dalam diskursus, dalam analogi. Permainan catur dengan bidak sesuai aliran hasrat yang terkontrol. Mesin politik yang terendah dari permainan catur berbasis "bidak" tidak berkaitan dengan akal budi. 

Sebagaimana meditasi Descartes berbahaya bagi pengalaman Locke, maka sang bidak dikorbankan demi elite politik. Kesenyapan meditasi tersebut bukan lagi berada di pinggiran tubuh, melainkan membuka jalan politik bagi siapa yang ingin memainkannya.

Isi kepala, ya pikiran kita yang mengurus politik ala Descartes. Jika kita amati, dengar, dan persepsi indera lainnya berarti pengalaman politik ala Locke yang dikiblatinya. Saya kira kurang lebihnya demikian. 

Wah, cara berpikir tersebut sudah usang, bung! Begitu kata kawan suatu hari. Sintesa pikiran dan pengalaman itulah yang distel sesuai peta politik.

Meditasi betul-betul keluar dari kelihaian untuk memainkan permainan politik. Sang bidak bersama 'yel-yel' dan persamaannya akan dipisahkan dengan elite politik. Bidak muncul karena permainan. Begitu serius, tetapi santai. Lantas, kalimat yang terputus muncul setelah ingatan dan paragraf direnggut oleh ignoti nulla cupido (tidak ada hasrat akan sesuatu yang tidak diketahui). Hasrat memiliki kecerdikan khas. Hasrat tidak berpura-pura memperoleh ambisi, amarah, balas dendam, kesantunan, kemewahan, ketamakan, kealpaan, dan selera politik.

Apa tujuan tertinggi dari politik? Intrik, manuver, yuk mainkan! 

"Goyangan" politik, dimana pemerosotan atas nilai tidak digubris oleh sang bidak. Ia meletakkan kelesuan para pemalas isu politik akibat keretakan kontemplasi dan penuh aroma yang menggoda. Suatu permainan politik yang menandakan penghancuran belas kasihan yang menyebarkan strategi jitu. 

Karena itu, hal-hal yang dilacak oleh mata politik tidak pernah lebih dari sesuatu yang semu. Ajaibnya, begitu kita mulai berpikir, maka rangkaian pergerakan bidak politik bakal diselingi dengan lelucon dan "kucekan mata." Dunia politik ternyata membuat hasrat untuk bermain di balik bidak elite politik lebih leluasa bergerak ke berbagai arah.

Berita tentang Prabowo Subianto semobil dengan Gibran Rakabuming Raka di Solo begitu asyik. Keduanya "dicolek" menjadi "satu paket," Bacapres dan Bacawapres. Ah, betulkah? 

Yang jelas, Ganjar Pranowo belum pede "meminang" siapa gerangan Bacawapresnya. Tenang kawan! Last minute! Bacawapresnya sedang digodok, diproses. Bertuliskan 'Extravaganjar' tercantol di kaus. Baju kaus itu diserahkan ke Ganjar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline