Nyaris
setiap hari dalam setahun lebih menjelang Pilpres 2024, nama Anies Baswedan menjadi buah bibir.Anies menjadi bahan obrolan dari soal kinerja, Formula E hingga dihubung-hubungkan dengan FPI dan HTI. Yang terakhir ini juga menjadi sorotan tersendiri.
Saya sebenarnya sudah mengurungkan niat untuk komat-kamit tentang tokoh, termasuk sosok Anies akan nyapres. Karena wara-wiri di ruang publik atau "berselancar" di medsos, maka saya tidak menyesal untuk menuangkan secuil catatan.
Seperti diketahui, sudah pasang kuda-kuda dari Nasdem, Demokrat plus PKS mengusung Anies sebagai capres.
Terlepas dari tarik menarik elite politik apakah koalisi lanjut atau bubar jalan.
Apakah Anies akan "dicerai" atau maju terus sebagai capres?
Barangkali jutaan pasang mata sedang tertuju pada Anies di tengah ketidakjelasan siapa cawapres dan isu cekal dialamatkan padanya. Berdasarkan survei yang ada, Anies termasuk tiga besar.
Bagi banyak orang, Anies dilabeli dengan penyokong populisme. Dia dihubungkan dengan PA 212. Tidak sedikit juga warga mengenalnya sebagai jebolan Amrik, Amerika Serikat yang berpikir cemerlang.
Tidak keliru, sebelum finalisasi penetapan pasangan capres-cawapres yang dinantikan, rerata lembaga survei merilis hasil surveinya, dimana elektibilitas Anies saling kejar mengejar dalam tiga besar.
Selain Anies, ada Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo masih unggul di papan teratas.
Anies memang punya kans besar dalam nyapres. Tetapi, dari berbagai obrolan, saya menggarisbawahi bahwa Anies banyak tantangannya untuk bisa merahi tiket capres. Dia tidak semulus dari apa yang dibayangkan para pendukungnya.