Sebagian teka-teki permainan tidak terpecahkan. Sebagian lagi, orang-orang belum keluar dari cara berpikir kaku dan tidak utuh.
Apakah teks suci dijadikan patokan untuk membela keyakinan sudah seiring dengan perubahan zaman? Kita percaya, setiap saat akan ada perubahan.
Pemahaman dan pemikiran baru juga mengiringi perubahan. Karena itu, tidak ada peristiwa terjadi secara ajek.
Kelak dan sedang terjadi, ketika teks tidak ditafsirkan ulang dan terjebak pada monopoli kebenaran, maka pelan-pelan tidak disadari oleh pihak tertentu bakal kepincut terhadap paham konservatif atau fanatisme buta bahkan kekerasan.
Lalu, orang yang mengidap fanatisme buta, misalnya, melihat kelompok yang lain adalah "ancaman" atau "musuh," sehingga tindakan kekerasan pun dijadikan sebagai alat pembenaran.
Padahal, kita tahu, bahwa perkara keyakinan adalah perkara sangat pribadi. Saya kira, keyakinan yang absurd saat diboncengi dendam kesumat dari seseorang. Keyakinan tertentu mungkin tidak bisa dibela mati-matian jika hanya diperalat melalui cara kekerasan.
Apa jadinya jika orang-orang hanya membawa aura kekerasan yang menyelimuti cara berpikir reaksioner. Karena itu, suatu kekerasan tidak perlu dilawan dengan kekerasan yang lain. Kekerasan itu justeru bisa berakhir secara tragis, yang meminggirkan lelucon.
Urutan-urutan jejaknya tanpa akhir sebanding muntahan pemenuhan hasrat yang kadangkala tidak terkontrol. Hasrat disalurkan di ruang pertandingan atau perayaan bersifat kerumunan, yang membuatnya terhimpit antara "waktu tertunda" dan "waktu tidak tertunda."
Sedangkan, untuk hal lain seperti perayaan tahunan, hiburan, dan olah raga sedang dan masih berada dalam "orbit," sebentar lagi akan meledak sebanyak batas waktu.
Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya perayaan festival Halloween Itaewon, Korea Selatan dan Stadion Sepak Bola Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, yang pada akhirnya menjadi tragedi alias malapetaka. Mereka tidak membayangkan dirinya sebagai bagian dari kelimpahruahan citra dan tatapan-tatapannya.
Di sana, muncul peristiwa malapetaka yang meminggirkan ruang lelucon kocak maupun receh lewat gambar, teks atau video seakan-akan tidak terbatas.