Lihat ke Halaman Asli

Ermansyah R. Hindi

Free Writer, ASN

Diskursus Kemiskinan

Diperbarui: 4 Maret 2024   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilusatrasi  salah satu kondisi kemiskinan di Indonesia (Sumber gambar: detik.com)

Dari sekian bentangan diskursus kemiskinan, perhatian tertuju pada kemiskinan struktural. Selain jenis kemiskinan struktural, dikenal pula kemiskinan absolut dan kemiskinan produksi. Istilah kemiskinan paling anyar, yakni kemiskinan ekstrem.

Istilah kemiskinan ekstrem jadi bahan candaan anak-anak kantoran. Gara-gara nama "ekstrem" disandingkan dengan cuaca ekstrem, olah raga ekstrem, kelompok ekstrem kanan dan kiri hingga fenomena ekstrem. 

Kemiskinan ekstrem muncul lantaran paling gawat, dibandingkan tingkatan kemiskinan lainnya.

Saya cuma ingin terbuka tentang istilah. Bagi bestie asal suka silahkan plesetkan kata ekstrem.

Kita tahu, kemiskinan menjadi isu global, nasional, dan lokal. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara adalah menyangkut angka kemiskinannya. Apakah angka kemiskinan suatu negara meningkat atau menurun dari tahun ke tahun.

Indikator global menetapkan nol orang kemiskinan di tahun sekian. Terutama negara-negara berkembang dan negara-negara terkebelakang memacu dirinya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.

Sayangnya, sebagian dari kepentingan tertentu, kemiskinan dijadikan kampanye demi meraup keuntungan alias dukungan suara. Kemiskinan sekadar angka-angka. Kemiskinan menjadi pembenaran atas kebijakan dan program pembangunan. "Kita tidak dapat program bantuan jika berkurang apalagi nol kemiskinan." Satu pernyataan yang sangat disesalkan. Sudah sekian kali saya mendengar pernyataan yang serupa.

Sementara, kita menggunakan istilah ekstrem perlu ekstra hati-hati dan kerja ekstra. Pekerjaan rumah kita, diantaranya bagaimana kemiskinan ekstrem punya capaian kinerja dan target yang ingin dirahi pada tahun tertentu.

Kata ekstrem membuat kita tidak nekat dan jika bisa jauh dari "bantal tidur." Misalnya, ketika Anda mengurungkan niat untuk bepergian karena cuaca ekstrem. Ibarat "kerak" nasi liwet, kata Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, yang mengkiaskan kemiskinan ekstrem di negeri kita.

Orang bisa mengaminkan target nol kemiskinan ekstrem. Harapannya tentu laksana seberkas cahaya di ujung lorong kegelapan. 

Bersama kawan-kawan yakin bisa bebas dari kemiskinan, jika kita serius. Di tingkat atas ke tingkat bawah siap lahir batin sesuai tahapan, maka target kemiskinan ekstrem Indonesia nol persen tahun 2024 bisa tercapai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline