Karena ada sesuatu dan lain hal, saya tidak punya kesempatan untuk menghadiri Muktamar Muhammadiyah ke-48, yang berlangsung pada tanggal 18-20 November 2022, di Solo.
Praktis, saya tidak bisa mengikuti dan menyimak berita seru di luar forum permusyawaratan tertinggi di persyarikatan. Terus terang, saya menyesal lantaran terlambat menulis tentang Muhammadiyah.
Tetapi, saya sempat memerhatikan berita yang disajikan lewat situs-situs Muhammadiyah di media sosial, seperti Facebook. Agar tidak ketinggalan jauh, saya diam-diam menyimak seputar berita perhelatan Muktamar berseliweran di beberapa grup WhatsApp (WA) Muhammadiyah di daerah. Termasuk, grup WA alumni IMM.
Lalu, saya tertegun sejenak, maklumlah lagi musim. Banyak teman mengirim informasi di grup WA, semacam tempat kemek.
Jadi, sebelum berangkat atau sedang berada di Solo, sudah ada ajakan. “Yuk kita kemek di blablabla.” Itulah sekilas info buat “guys” (teman-teman) penggembira Muktamar.
Ada lagi, postingan di grup WA yang menarik. Ide dan pemikiran dari forum alumni IMM Sulawesi Selatan soal pembatasan masa kepengurusan pimpinan Muhammadiyah.
Selebihnya, postingan keriangan para peserta, apalagi para penggembira dari daerah lewat grup WA. Ada postingan penggembira lagi nongkrong di dermaga pelabuhan, di bandara udara. Berpose ria di beberapa tempat di Kota Solo.
Di hari pertama Muktamar, saya melihat postingan di WA masih marak dengan berpose ria atau menjurus “ngeceng.” Melepas rindu bersama para alumni menyertai serba-serbi Muktamar.
Hari itu, ada agenda dan hasil sidang Tanwir Muhammadiyah dihelat di muktamar. Biasanya, sidang Tanwir membuahkan calon pimpinan pusat Muhammadiyah. Kali ini, ada 39 orang, yang akan disaring lagi menjadi 13 pesonil. Kelihatannya, Muktamar seakan-akan masih berkesan sebagai “ritual otomatis” lima tahunan. Lah, namanya juga menggembirakan Muktamar.
Di sela-sela kegiatan tersebut, soal adu konsep terasa bungkam di tengah riuhnya perhelatan Muktamar. Tidak ada “panas dingin” soal pemikiran baru, di sana. Pembicaraan di tahapan pra Muktamar pun menyodorkan nama-nama calon pimpinan untuk periode mendatang. Tidak ada yang istimewa. Atau mungkinkah Muktamar sebatas mekanisme pergantian pimpinan? Tanyaku membatin. Bagi yang tidak ikut Muktamar, tahunya ngoceh. Maunya apa? Memang begitulah.
Cukup lama, saya menantikan nuansa-nuansa baru. Jika Muhammadiyah ingin mengakhiri masa pandemi dan krisis yang lain, semua pihak juga menaruh harapan yang sama. Atau, jangan sampai saya mengidap sesuatu, semisal FOMO (fear of missing out). Ada rasa takut kecolongan momen berharga dan khawatir ketinggalan berita yang sedang trending atau terkini.