Lihat ke Halaman Asli

Ermansyah R. Hindi

Free Writer, ASN

Siapa yang Gila?

Diperbarui: 22 Februari 2024   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pemuda dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda (Sumber gambar: flickr.com)

Pemuda harapan bangsa. Begitulah ungkapan yang sering kita mendengarnya dari masa ke masa. Kali ini, dia tidak diungkapkan persis sama dengan ungkapan yang cukup memberikan semangat. 

Mungkin, pemuda di sini yang ditunjukkan secara pribadi tidak lebih dari diskursus yang sedikit kedengaran lebih lugu.

Kita sudah mulai atau tidak lagi melihat sosok pemuda yang gila berprestasi, yang mewakili lembaga pendidikan atau negaranya untuk mengikuti ajang pertemuan bergengsi di tingkat internasional. 

Kita mungkin lebih melihat pemuda yang hidupnya agak urakan, bahkan sedikit tidak terurus. Apalagi jika dibandingkan antara pemuda yang kelihatan sementara bloon dan awut-awutan dengan pencapaian pemuda yang dipersembahkan melalui forum ilmiah global nampaknya tidak memiliki keterkaitan dengan tema-tema kecil dari kegilaan yang heboh, dalam kehidupan lain justeru dianggap biasa-biasa saja.

Secara resmi, indikator pemuda dalam usia produktif dan non produktif sebagai penduduk telah lama tersusun menjadi bagian dari rasio ketergantungan dalam negara modern. 

Satu hal yang tidak terlupakan, bahwa 'pemuda' dianggap memiliki fungsi simbolik yang lahir dari struktur 'Ibu Pertiwi' dan 'Ayah'. Diskursus kepemudaan dan pemuda itu sendiri berhubungan dengan orang tuanya secara tidak diduga-duga atau dipikirkan sebelumnya.

Dalam diskursus tentang kehidupan, keriangan muncul, penderitaan lenyap, demikian pula sebaliknya. Yang pertama-tama menceritakan kisah pemuda adalah peristiwa tentang kepergian Ayahnya yang senyap. Karena mimpi anak muda hanya menemukan dirinya lebih enteng dan lebih bergairah untuk mengenang sosok Ayahnya yang telah tiada.

Tidak ada lagi keraguan dari seseorang yang memperluas paragraf hubungan simbolik, sekalipun tercampakkan di hadapan dirinya sendiri. Selebihnya, anak muda kreatif menempatkan dirinya untuk tetap berbakti pada 'Ibu Pertiwi' dan 'Ayah' yang belum sempat didekapnya erat-erat. 

Anak muda tetap berterima kasih pada sesuatu yang aneh, bukan hal yang biasa-biasa. Kata-kata melalui kegembiraan dibalik penderitaan berangsur-angsur mulai memudarkan penampakan wajahnya.

Kita memerlukan lebih senyap untuk menguji diri dari marabahaya yang menyelimuti sang pemuda tatkala dari hari ke hari nampak lebih aneh. 

Satu langkah lagi menuju anak muda yang gila. Kehidupan dan karya pemuda akan menerjang fantasinya sendiri yang dangkal, melepaskan mimpi yang buram tanpa teks dengan pesta hura-hura.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline