Lihat ke Halaman Asli

Manuver Jokowi Mengguncang Panggung Per-Politik-an Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2014 adalah tahun yang dinantikan oleh para entitas politik di negeri ini. Tahun dimana “Euforia Pesta Demokrasi Lima Tahunan” tengah bergemuruh dan tahun dimana orang-orang yang memiliki berbagai kepentingan dalam ranah Kebijakan Publik, Penyelenggaraan Negara, dan Pemerintahan berlomba-lomba untuk meningkatkan berbagai aspek dalam kehidupan nya. Adapun peningkatan aspek tersebut dapat di tinjau dari berbagai bidang. Aspek Ekonomi, seperti peningkatan taraf hidup dan mobilitas vertikal. Aspek Sosial, seperti peningkatan eksistensi dan aktualisasi diri, strata sosial, nilai prestige dan privalage serta aspek-aspek lain nya yang dapat ditunjang. Bicara soal politik, apa sebetulnya defisini dari diksi atau kata “Politik”? Politik adalah sebuah cara atau seni (ungkapan ekspresi) untuk “Mencapai Sebuah Tujuan”, tentunya tujuan dalam hal ini adalah tujuan yang berkaitan dengan “Kebijakan Publik, Peraturan, dan Konstitusi atau Negara”. Namun bukan definisi atau interpretasi “Politik” secara komprehensif yang ingin saya kemukakan. Pada Jum’at 14 Maret 2014 panggung politik Indonesia mendadak berbelok 180 derajat dan peta politik pun berubah drastis dikarenakan adanya testimoni atau pengakuan dari DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bahwa telah diproklamirkannya nama Gubernur DKI Jakarta Bapak Joko Widodo untuk diusung menjadi Capres (Calon Presiden) Republik Indonesia 2014. Hal tersebut disampaikan melalui Perintah Harian Ketua DPP PDIP Ibu Megawati Soekarno Putri. Adapun apa yang termaktub dalam isi Perintah Harian Ketua DPP PDIP pada Jumat 14/3 adalah sebagai berikut:

1.Dukung Jokowi sebagai capres PDIP.

2.Jaga dan amankan jalannya pemilu legislatif. Terutama di TPS-TPS dan proses perhitungan suara. Dari segala kecurangan dan intimidasi.

3.Teguh dan tegakkan hati mengawal demokrasi di republik tercinta.

Ketua Umum DPP PDIP
Megawati Soekarno Putri, 14 Maret 2014. (Republika, Jumat 14/3)

Dengan adanya mandat dari Ibu Megawati Soekarno Putri terkait pencapresan Jokowi pada PEMILU 2014 tentu saja menggungcang panggung dunia perpolitikan Indonesia yang tengah hangat dan ramai belakangan ini. Hal ini semacam bentuk gebrakan dan manuver PDIP untuk mendongkrak elektabilitas partai sehingga meningkatkan animo dan hegemoni masyarakat untuk bersimpati pada PDIP dalam Pemilihan Legislatif 2014. Sebagai seorang Mahasiswa, hal ini tentu membuat saya merasa tertarik untuk mencoba mengkritisi berita ini. Secara subjektif ini merupakan bentuk opini pribadi saya, tanggapan saya terkait keputusan pencapresan Jokowi adalah rasa kecewa. Bagaimana tidak? Jokowi tengah mengemban amanah dari rakyat DKI Jakarta untuk memimpin dan membenahi Jakarta sesuai dengan sumpah jabatan yang ia emban pada pelantikan Gubernur DKI Jakarta untuk lima tahun kedepan. Namun, baru saja berumur satu setengah tahun dalam memimpin Jakarta tiba-tiba ia memutuskan melangkahkan kaki ke panggung RI satu. Sebagai masyarakat awam, seandainya saya adalah warga Jakarta tentu merasa seperti dikhianati. Masyarakat Jakarta telah percaya dan memilihnya untuk menduduki kursi DKI satu dengan harapan akan adanya perubahan yang signifikan terhadap upaya untuk membenahi Jakarta yang lebih baik. Memang benar bahwa perlahan-lahan upaya pembenahan Jakarta sedikit demi sedikit mulai nampak. Namun, bukan itu yang ingin saya tekankan. Menurut saya, pemimpin yang baik adalah seorang yang mampu berkomitmen tinggi terhadap apa yang tengah ia pimpin. Lalu dimanakah konsistensi dan janji yang dengan lantang ia ucapkan pada waktu kampanye dulu? Kata-kata manis itu seakan hanya menjadi sebuah retorika teoritis. Secara pribadi saya tidak mempunyai tendensi apapun terhadap Jokowi, justru saya merasa bangga bahwa ada sosok pemimpin yang begitu rendah hati, mau mendengar, mau terjun langsung “Blusukan” ke warga seperti Jokowi. Tetapi, dalam hal ini saya kurang sepakat dikarenakan waktu nya belum tepat. Hal ini tentu akan banyak memunculkan Pro dan Kontra terkait pencapresan Jokowi. Masyarakat seperti tengah dijadikan objek skenario politik elit partai yang hanya ingin menunjang kepentingan pribadi dan golongan nya. Mulai dari langkah Jokowi yang melenggang ke kursi DKI satu setelah sebelumnya menjabat sebagai Walikota Solo pada periode kedua yang hanya berumur dua tahun. Sekali lagi kepercayaan dan amanah publik kepadanya hanya dijadikan batu loncatan karier saja. Nama Jokowi besar karena pencitraan baik dari media yang menggiring opini publik agar bersimpati kepada Jokowi sehingga namanya semakin melambung tinggi, apalagi dengan pemberitaan Mobil ESEMKA yang mengantarkannya untuk menduduki kursi DKI satu. Sebenarnya kabar terkait pencapresan Jokowi sudah terdengar lama, namun baru saat ini dipublikasikan secara resmi. Publik dan panggung politik seakan dikejutkan dengan adanya manuver dan strategi baru dari PDIP. Bagaimana tidak, untuk pencapresan saja harus menunggu perintah dari Megawati, bagaimana untuk memimpin Indonesia? Apakah harus menunggu perintah dalam setiap kebijakan strategis yang akan dibuat? Bangsa Indonesia memang sangat membutuhkan figur seorang pemimpin yang berintegritas dan berdedikasi tinggi seperti Jokowi. Namun, purnakan dulu tugas utamanya untuk membenahi Jakarta. Apabila tingkat keberhasilan kepemimpinan nya tinggi, maka itu akan menjadi semacam parameter bagi masyarakat untuk memilihnya nanti demi kemaslahatan bangsa dan negara di masa yang akan datang.

Terkait keputusan pencapresan Jokowi yang telah resmi, maka possibilitas Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta akan sangat terbuka lebar untuk menduduki kursi DKI satu menggantikan Jokowi. Ditengah mayoritas masyarakat muslim di Indonesia, hal ini ditakutkan akan menimbulkan goncangan politik, dikarenakan (tanpa bermaksud SARA) akan timbul protes dari masyarakat yang tidak menghendaki pemimpin yang non-Islam. Kembali lagi, masyarakat Indonesia sangat plural, heterogen, multikultural dan bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, yang seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Namun, siapa yang bisa menjamin bahwa gesekan dan benturan politik tidak akan muncul?

Sekali lagi apa yang saya tulis ini adalah bentuk opini pribadi yang tidak mempunyai tendensi tertentu untuk memprovokasi, sehingga dapat menimbulkan konfrontasi publik. Tidak ada argumentasi hukum dan dasar yuridis yang kuat pada tulisan saya terkait aturan yang mengatakan bahwa Jokowi tidak boleh menjadi Capres pada PEMILU 2014. Sesuai dengan apa yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, tidak ada satupun instrumen ataupun delik pasal yang melarang pencapresan Jokowi. Namun, keputusan tersebut seakan prematur karena tidak terlihat visi dan misi yang jelas untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Tanpa bentuk tendensi tertentu, saya lebih tertarik dengan salah satu kandidat Capres yang mengusung visi dan misi memajukan bangsa melalui dunia pendidikan karena “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world” (Pendidikan adalah senjata yang paling ampuh yang dapat anda gunakan untuk mengubah dunia) -Nelson Mandela. Untuk membangun dan memajukan bangsa diperlukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan adanya pebaikan kualitas pendidikan yang baik.

Pada dasarnya saya sangat bangga dan simpati terhadap sosok Jokowi, dan saya pun sangat gemar mempelajari paham “Marhaen”. Namun, saya belum sepakat dengan keputusan pencapresan Jokowi pada saat ini. Mungkin, pada lima tahun yang akan datang saya akan mendukung sepenuh nya bahkan menjadi garda terdepan untuk mendukung Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia berikutnya, tentu dengan visi dan misi yang jelas, terarah yang membangun setelah terlebih dahulu tugas, tanggung jawab dan amanah dari warga dan masyarakat DKI Jakarta purna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline