Pancasila menjadi visi dan perspektif pendidikan humanis-religius yang menekankan pentingnya iman kepada Tuhan yang Maha Esa sebagai dasar untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia yang bersatu, menegakkan hak dan kewajiban secara seimbang, demi terwujudnya masyarakat yang adil dan beradab.
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila merupakan filsafat hidup bersama yang memuat nilai-nilai ontologis, epistemologis dan aksiologis (Widisuseno, 2014). Nilai-nilai masyarakat Indonesia yang dirangkum dalam lima sila Pancasila mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia yang merupakan kesatuan dari keanekaragaman agama, keyakinan, budaya, etnis, kearifan lokal, pulau, wilayah geografis dan hayati. Pancasila memuat nilai-nilai keindonesiaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan secara dinamis. Melindungi keragaman sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan bagian dari pengamalan nilai-nilai Pancasila (Riyanto, 2006).
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, proses pendidikan perlu mengelaborasi potensi religius para peserta didik untuk menumbuhkan relasi empatik yang mendukung proses dan praktik berdialog yang terwujud dalam tradisi bergotong-royong di dalam kehidupan sehari-hari (Endro, 2016). Namun, dalam menghayati Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa, kita dihadapkan pada sejumlah tantangan yang memerlukan perhatian serius, terutama dalam konteks pendidikan abad ke-21. Pendidikan yang berpihak pada peserta didik harus mampu menghadirkan perwujudan profil pelajar Pancasila yang kuat dan relevan dengan tuntutan zaman.
Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan pemahaman tentang nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda. Banyak pelajar belum sepenuhnya memahami makna dan relevansi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu arus informasi dan budaya dari luar negeri dapat menggeser kedudukan Pancasila sebagai identitas bangsa. Anak-anak mungkin lebih terpapar pada budaya dan nilai-nilai dari luar daripada nilai-nilai Pancasila. Pergeseran nilai-nilai tradisional dan meningkatnya disparitas sosial dapat mempengaruhi pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam mengatasi tantangan tersebut, pendidikan harus menjadi panggung utama dalam membentuk pemahaman dan penghayatan Pancasila.
Pendidikan Nasional Indonesia bermuara pada Profil Pelajar Pancasila (PPP) sebagai perwujudan manusia Indonesia yang kuat dengan nilai-nilai luhur budaya yang menjadi akar pendidikan dalam upaya memaknai dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan (Rafael & Mulyatno, 2022). Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia dapat diterapkan dan diwujudkan dalam pendidikan yang berpihak pada peserta didik dengan Nilai-nilai Pancasila yang diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan. Materi pelajaran harus didesain untuk merangsang refleksi, diskusi, dan pengalaman langsung yang memperkuat pemahaman siswa tentang Pancasila.
Selain transfer pengetahuan, pendidikan juga harus berfokus pada pengembangan karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Kegiatan ekstrakurikuler, proyek kolaboratif, dan kegiatan sosial dapat menjadi sarana yang efektif untuk tujuan ini. Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam mendukung penghayatan Pancasila sangat penting. Sekolah harus mengadakan diskusi, pelatihan, dan kegiatan yang memperkuat nilai-nilai Pancasila di rumah dan di lingkungan sekitar.
Setiap orang Indonesia lahir dan bertumbuh di dalam pengalaman dan pergulatan hidup bersama di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural-religius. Pendidikan memiliki di dalam keluarga, masyarakat dan sekolah memiliki peran strategis untuk melestarikan kesatuan bangsa dan mencegah perpecahan dan konflik horizontal. Nilai-nilai Pancasila merupakan landasan kehidupan bangsa yang menempatkan penghormatan kepada Allah sebagai pilar penting dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila menjadi dasar Negara, identitas bangsa, filosofi hidup bersama, dan cara hidup setiap orang Indonesia. Kelima sila Pancasila terhubung satu sama lain secara integral dan mencerminkan spiritualitas, jiwa dan kehidupan bangsa Indonesia (Octaviani, 2018). Dalam era pendidikan abad ke-21, peran Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa Indonesia serta perwujudan profil pelajar Pancasila seringkali dianggap sebagai dogma yang tidak dirinci dengan baik, dan lebih sebagai serangkaian slogan yang dikenakan secara luas tanpa pemahaman yang mendalam.
Penting untuk menjalani pemikiran kritis yang lebih dalam tentang makna dan implikasi praktis dari setiap sila dalam kehidupan nyata. Pendidikan abad ke-21 harus mendorong kemandirian berpikir dan penilaian kritis pada pelajar dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila. Mereka harus dilatih untuk tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi nilai-nilai tersebut secara mandiri.
Profil pelajar Pancasila harus mencerminkan keterlibatan aktif dalam kehidupan sosial dan politik yang didasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila, termasuk partisipasi dalam kegiatan sosial, kepedulian terhadap lingkungan, dan penegakan nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan persatuan. Pengajaran Pancasila juga harus dikaitkan dengan isu-isu kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, seperti pluralisme, hak asasi manusia, keberagaman budaya, dan tantangan lingkungan. Hal ini memungkinkan para pelajar untuk memahami relevansi dan aplikasi praktis dari nilai-nilai Pancasila dalam menjawab tantangan zaman.
Selain siswanya atau peserta didiknya yang diberikan pemahaman, seorang guru juga harus dilatih secara komprehensif untuk menjadi fasilitator yang efektif dalam mengajarkan dan mendorong pemahaman dan penghayatan Pancasila yang mendalam pada pelajar. Mereka harus memiliki kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang terbuka, inklusif, dan memfasilitasi diskusi yang beragam tentang nilai-nilai Pancasila. Adapun dimensi-dimensi Profil Pelajar Pancasila dalam Pendidikan Abad ke-21 :