Lihat ke Halaman Asli

Erlina Yoga Noviana

Mahasiswa Aktif Progam Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Lika-liku Berorganisasi

Diperbarui: 17 Juli 2024   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hai ini cerita saya tentang bekerja sama baik itu kerja kelompok maupun kerja sama dalam sebuah organisasi yang saya ikuti. Mungkin dari teman-teman memiliki nasib seperti nasib yang sedang saya alami.

Berorganisasi merupakan salah satu hal yang saya lakukan agar dapat melihat dunia dari berbagai pandang sisi. Benar adanya semua pandang itu dapat saya mengerti dengan berorganisasi. Baik senang, sedih, susah, capek, putus asa, dan ingin menyerah dalam sebuah organisasi. Organisasi membuat saya cukup banyak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi saya sekarang ini. 

Masuk dalam dunia organisasi membuat saya paham akan satu pemahaman menjadi idealis itu bagus. Tapi, harus di imbangi dengan kemampuan membaca kenyataan. Satu cara yang tepat untuk menghindari kekecewaan. Mungkin dulu saya menganggap sat-set itu bagus, tapi saya salah bagaimanapun ketika saya mencoba untuk cepat tapi tidak di dukung di suatu organisasi saya akan terlihat seperti membuat diri saya sendiri bekerja keras. Namun sebenarnya apakah yang saya lakukan itu salah?

Jujur saya cukup bimbang sekarang, ketika dalam organisasi,  saya bekerja keras namun apa yang saya dapatkan sedikit sekali mendapat apresiasi haruskah saya keluar dari lingkup tersebut? ketika saya terus berusaha dan terus mencoba tapi dalam lingkup tersebut saya tidak mendapat keuntungan apakah saya boleh merelakan? namun tanpa saya sadari hal tersebut juga memberi saya satu pelajaran kamu di tuntut untuk bersuara kepada atasan untuk berani berbicara terus terang. 

Ada dua kemungkinan, pertama kamu akan di dengarkan dan mereka akan menjadi lebih baik atau kamu di abaikan. Pilihan terbaik adalah keluar dari organisasi tersebut. Hidup hanya sekali, dengan kamu berpatok pada satu organisasi yang membuat kamu tidak berkembang menjadi lebih baik kenapa harus di pertahankan? yang ada hanya sebuah seni menyakiti diri sendiri. 

Cukup di ingat organisasi di dunia ini sangat banyak, dengan kamu keluar dari lingkup organisasi yang tidak membuat diri kamu berkembang mungkin itu salah satu bentuk kamu dalam mencintai diri sendiri. Kamu dapat mencoba kembali mencari organisasi. Saya yakin dari 1000 organisasi akan ada 1 yang dapat membuat kamu tumbuh menjadi lebih baik. Tidak apa memang terus mencoba untuk terus mencari, hal tersebut mungkin saja akan ada suatu pengalaman yang selalu berharga yang dapat kamu dapatkan.

Ketika kamu tidak di harapkan jangan terlalu berusaha, ingat diri sendiri itu lebih berharga, atau sebenarnya kamu hanya mengejar validasi semata? namun jika bayaran yang harus kamu lewati demi validasi dari semua orang adalah sakit hati apakah itu akan lebih membuatmu bahagia? saya rasa tidak.

Saya memiliki pandangan dan menyadari ketua merupakan poin penting dalam sebuah organisasi, di mana ketika sebuah ketua dapat memimpin dengan baik akan tercipta disiplin dari staf yang di miliki. Menormalisasi anggota yang tidak aktif hal tersebut membuat satu kesempatan anggota untuk menyepelekan dan sebenarnya hal tersebut dapat membuat suatu organisasi menjadi runtuh, karena mungkin hanya satu orang namun hanya dengan satu orang yang di beri kebebasan orang dengan calon pemikiran yang sama akan berbuat hal yang sama pula.

Tapi mungkin di antara teman-teman yang sama seperti saya dan enggan keluar dari lingkup organisasi seperti itu, saya pernah mendapat nasihat dari teman saya inisial F mungkin juga sebuah motivasi seperti ini;

" kalau kita kerja melebihi tugas, maka hakikatnya kita sedang 'menabung'. Suatu saat bisa di nikmatin, mungkin bukan berupa kenaikan gaji (materi) tapi mungkin dapat dengan balasan lain yang tidak terduga dan mungkin tidak ada hubungannya sama pekerjaan kita. Sedangkan kalau kita kerja asal-asalan dan malas-malasan padahal kita dibayar penuh, maka hakikatnya kita sedang 'berhutang'. Bisa jadi, nantinya kita harus menebusnya dengan kehilangan materi, rasa sakit atau penderitaan lainnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline