Lihat ke Halaman Asli

Matematika, Manusia, dan Mesin: Manakah yang Paling Kuat?

Diperbarui: 10 Desember 2024   18:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Junaid Mubben (Sumber: Dokumentasi pribadi oleh: Erlina Intan)

Buku yang saya ulas kali ini akan membuat kita seribu kali berpikir tentang "matematika," dan keberadaannya. Ini mungkin terlalu membosankan bukan? Namun, kita perlu memulainya dari awal karena ini adalah "Kisah Tentang Superioritas Manusia Atas Mesin." Pada Agustus 2022, PT Pustaka Alvabet Anggota IKAPI, menerbitkan salah satu buku terjemahan dari "Mathematical Intelligence" karya Junaid Mubben yang diterjemahkan oleh Dede Sry Handayani. Penulis buku ini adalah seorang matematikawan dari University of Oxford. Saat ini, Junaid bekerja sebagai Direktur Pendidikan di Whizz Education, sebuah perusahaan teknologi pendidikan yang berfokus pada pengembangan tutor matematika berbasis AI untuk anak-anak. Buku ini semestinya perlu mendapat pendalaman yang kuat dari para pembaca, siapa lagi kalau bukan Gen Z.

Dunia Versus Matematika

Saya menggunakan poin ini untuk menggambarkan kekuatan perhitungan matematika yang kita jalani sepanjang sejarah dunia. Junaid hendaknya  menwarkan pemahaman tentang sistem matematika yang menjadi dasar kehidupan. Matematika telah menciptakan demokrasi, mengatur sistem perekonomian, membuat seluruh perangkat teknologi yang pada akhirnya membuat kita terintimidasi, dan matematika juga yang akan  menolong manusia dalam menghadapi mesin berbahaya ini. "[Alam semesta] tidak dapat dibaca sampai kita bisa mempelajari bahasanya dan akrab dengan karakter yang digunakan untuk menuliskan bahasa itu. Alam semesta ditulis dalam bahasa matematika." Kutipan ini belum sepenuhnya menggambarkan kekuatan matematika. Kita akan melihat esensi buku ini dan penjelasannya tentang kecerdasan manusia yang tidak  akan pernah di miliki robot, sekalipun manusia itu sendirilah yang menciptakannya. 

Pertama, manusia bergerak dengan tingkat estimasi yang lebih tinggi dari kemampuan AI.  Kita bisa berpikir bahwa manusia menciptakan perkiraannya baik itu untuk menghitung atau memutuskan sesuatu dari hasil pengalaman, emosi, pengetahuan, dan intuisi. Sementara komputer atau mesin cerdas memperkirakan semuanya tanpa melibatkan pengalaman atau hanya bekerja dengan data yang ada. "Mitranya, estimasi, adalah karakteriktis bawaan yang ada pada diri manusia, yang memberi manusia intuisi andal dalam melakukan kalkulasi." Kedua, Junaid membahas bagaimana kekuatan imajinasi membentuk kreatifitas yang tiada batasnya. Bisakah komputer mengimajinasikan bagaimana Isaac Newton saat menemukan hukum gravitasi? "Meski komputer dapat menciptakan banyak sosok baru mirip manusia setelah diberi umpan gambar-gambar manusia real, komputer tidak dapat mengimajinasikan, katakanlah, elf, kurcaci, atau penyihir yang meng huni Dunia Tengah dalam cerita karya L.R.R. Tolkien." Ketiga, representatif. Manusia memiliki kemampuan berpikir, perasa, dan mampu melakukan interaksi sosial sementara robot sistem yang dirancang untuk melaksanakan sebuah tugas tertentu. "Komputer mahir dalam memproses data dan menemukan pola dalam data, tetapi mereka tidak "belajar" dalam konteks atau makna." Junaid setidaknya menegaskan perbedaan yang tajam antara manusia dan robot. Yang terakhir, saya ingin mengulas bagian yang membahas tentang kolaborasi. Ciri khas utama dari manusia adalah bertukar ide, bekerjasama, dan berbagi empati. Nilai-nilai kemanusiaan seperti moral dan etika tidak dapat di program pada komputer. "Penalaran kita sering kali dipengaruhi oleh dinamika persuasi karena kelangsungan hidup kita bergantung pada bisa tidaknya kita tetap berada dalam kelompok." Buku ini pada akhirnya akan mempertanyakan bagaimana jika AI menguasai sistem matematika atau kecakapan manusia secara utuh. Apa yang akan tersisa bagi manusia?  

Kelebihan karya Junaid ini mencakup beberapa aspek yakni: Relevansinya dengan era modern; Mubeen memberikan perspektif penting tentang bagaimana manusia dapat mempertahankan keunggulan dalam menghadapi dominasi kecerdasan buatan, Junaid juga menyampaikan tulisannya dengan bahasa yang sedikit mudah dipahami, lalu ia juga memberi contoh praktis dan kontekstual, dan yang pasti motivasi dan reflektif untuk terus mempertahankan ciri khas manusia. Sepanjang isi buku ini, ada satu kekurangan dari karya Junaid. Ia belum mencapai spesifikasi tentang bagaimana solusi untuk menghadapi tantangan persaingan dengan mesin cerdas. Contoh yang diberikan pun terbilang lebih abstrak. Namun, pembaca tetap akan menerima wawasan yang begitu luas tentang isi buku ini. Jadi, jangan lupa ditelusuri!

Oleh: Erlina Maria Intan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline