Lihat ke Halaman Asli

Wahana Halilintar, Ternyata Tak Seseram Itu!

Diperbarui: 14 Januari 2024   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebagai seorang manusia yang sudah melampaui umur seperempat abad lebih, pertama kali naik wahana halilintar mungkin termasuk orang orang yang terlambat. Namun saya sendiri tidak terlalu mempermasalahkannya. Karena naik haji yang wajib aja belum, ngapain ngebet-ngebet naik halilintar.

Ternyata permasalahan menaiki wahana ini adalah sulitnya orang-orang untuk diajak ikut naik wahana ini. Mereka yang diajak memiliki alasan yang sama, takut. Takut pusing, takut jantungan, dan takut muntah. Padahal kan lebih takut berhadapan sama kakek zeus ya daripada berhadapan sama halilintar ini. Meskipun sama-sama berhubungan dengan petir.

Namun, setelah kunjungan ke dua kalinya ke Dufan. Akhirnya ada juga orang (korban) yang bersedia diajak. Walaupun diawal mereka menolak untuk naik. Tetapi dengan sedikit bujukan akhirnya mereka bersedia. Orang-orang tersebut adalah enam orang siswa saya.  Mungkin gak enak kali ya, karena yang mengajaknya adalah guru mereka. Takut diberikan niai jelek. Padahal kan mereka kelas enam sedangkan saya mengajar kelas lima. Ada ada saja.

Saat ingin naik menaiki wahana ini, kami mengantre terlebih dahulu. Lumayan banyak yang mengantre walaupun tidak sebanyak weekend. Sambil menunggu giliran kami bercengkrama dan bercanda. Saya coba takut-takuti mereka dengan menunjukan lintasan halilintar yang aneh-aneh. Saya tawarkan mereka jika tidak berani boleh balik lagi. Namun tidak ada yang balik dan mengurungkan niat. Ternyata kuat juga mental mereka.

Akhirnya giliran kami tiba, raut khawatir semakin terlihat di wajah mereka. Kalo wajah saya sih gak keliatan. Soalnya gak ada kaca. Tapi tetap saja, prosedur terus berjalan. Kami naik berpasangan. Menggunakan pengaman, wahana halilintar siap untuk dioperasikan.

Saat wahana halilintar berjalan, ternyata wahana ini berjalan sangat cepat. Apalagi ketika wahana tersebut datang dari atas kemudian turun ke bawah dengan kecepatan tinggi. Sensasi seperti terjun dari ketinggian. Untung ada pengaman, mungkin jika tidak ada pengaman saya beneran terjun. Ada lagi lintasan putaran 360 derajat. Sensasinya sangat mendebarkan. Mungkin pribahasa hidup kadang di atas  kadang di bawah dibuat saat orang tersebut sedang naik wahana halilintar. Namun,bagi saya lintasan paling ultimate bagi saya adalah lintasan miring. Ketika melewati lintasan tersebut saya merasa akan jatuh. Bahkan leher saya sampai miring seperti di kunci stang. Alhamdulillah lagi-lagi pengamanlah yang menahan saya tetap di posisi yang aman.

Dari cerita yang terasa panjang tersebut, sebenarnya kejadiannya gak sepanjang itu kok. Bahkan gak sampe lima menit. Kita lebih lama mengantre daripada naik wahananya. Walaupun cukup singkat, menurut saya naik halilintar merupakan pengalaman yang seru. Pengalaman terjun, berputar, dan sensasi leher di kunci stang memang cukup mendebarkan namun memacu adrenalin. Menaiki wahana ini juga tidak semenyeramkan itu tenyata. Saya tidak sampai pusing dan muntah. Saya juga sepertinya beminat jika memang disuruh untuk menaiki wahani ini lagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline