Lihat ke Halaman Asli

Liberalisasi WTO VS Ekonomi Kerakyatan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


liberalisasi perdagangan WTO disatu sisi bagaikan dua mata uang yang tidak terpisahkan, satu sisi memberikan dampak secara langsung terhadap prekonomian negara, disatu sisi kita sudah terlanjur bergabung kedalam keanggotaan WTO yang mengikis semangat ekonomi kerakyatan yang dianut oleh negara Indonesia sebelum di amandemen, terutama apabila kita flash back pada tujuan utama WTO terhadap liberalisasi perdagangan, yaitu penghapusan segala hambatan perdagangan berupa proteksi maupun subsidi, terlebih apabila konsep ini diterapkan bagi Indonesia yang menghandalkan produk unggulan seperti agriculture product tentu akan menimbulkan kerugian bagi negara Indonesia, sedikit menambahkan pada persoalan ini saya lebih sependapat dengan upaya pemerintah india yang menolak sistem ini diterapkan pada sistem pangan negaranya, negara india sekalipun yang tergabung  di dalam anggota WTO saja menyadari sistem ini sangat merugikan negaranya, di dalam pandangan filsafat hukum ( Frank J Gorcia, dalam A Liberal Theory of Justice) pernah menyinggung mengenai tujuan liberalism yang melihat pada konteks negara dalam hal ini kekuasaannya terhadap penerimaan yang berakibat terhadap individu-individu warga negaranya, sehingga dalam kesimpulannya sistem ekonomi kerakyatan yang sebelumnya di anut sudah tidak sesuai lagi diterapkan di Indonesia dikarenakan prinsip WTO sangat mendukung sistem liberalism yang tidak pro terhadap kerakyatan.

Berdasarkan fenomena tersebut apabila kita mengkaji berdasarkan metode the economic analysis of law dan critical legal studies maka kita akan melihat pada konsep economic analysis of law yang lebih menekankan kepada sistem yang diterapkan oleh WTO hari ini, yang menekankan pada konsep ekonomi liberal yang hanya memperhatikan sisi keuntungan semata hal ini didukung oleh pandangan (Guido Calabresi dan A Dauglas Melamed) yang menekankan prinsip efesiensi hal ini selaras dengan prinsip wealth maximation yang lebih mendekati prinsip efesiensi keldor dan hiks, dalam kenyataan hari ini prinsip ini sangat tidak sejalan dengan cita-cita bangsa dalam melindungi dan memberikan kesejahtraan bagi masyarakat, sehingga berdasarkan realita tersebut padangan critical legal studies dapat di jadikan patokan dalam menilai manfaat dan kerugian WTO dalam perspektif ekonomi negara, dalam hal ini critical legal studies lebih menekankan pada pendekatan yang mengklaim sifat hukum sebagai ilmu yang netral sehingga persoalan keadilan ini berimplikasi kepada kesejahtraan masyarakat, kedua konsep efesiensi ternyata tidak mampu menghindarkan legitimasi dan struktur politik, sehingga pada akhirnya konsep economic analysis yang diterapkan oleh WTO bertentangan dengan spirit ekonomi kerakyatan yang terdapat di dalam landasan idil (pancasila) dan UUD Negara Republik Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline