Lihat ke Halaman Asli

Setitik Rasa Bermuara

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di ufuk barat, semburat senja begitu elok. Enggan beranjak dari singgasananya. Terus saja memancarkan sinar pesona. Sang surya cantik membelai alam semesta. Bulatannya nyaris tak ada cela. Kian kemari angin berhemus dengan lembutnya.

Dari seberang jalan, terlihat seorang gadis menggendong tas punggung yang dibawanya. Ia berjalan sendirian dengan wajah memerah yang sering terpancar dari wajah cantiknya. Entah apalah yang sedang terjadi pada gadis itu. Bulat wajahnya yang cantik nan mempesona tetap terpancar. Balutan jilbab putih pun ikut menambah keanggunan pada dirinya. Tak seperti biasanya, kali ini ia tak begitu mengatur cara berjalannya. Terlihat sekali bahwa saat itu ia sedang kelelahan dan nampak sedang memikirkan sesuatu.

“Fa….!!” Tiba-tiba terdengar seseorang memanggil gadis itu.

Tanpa jawaban, ia menoleh ke belakang dengan wajah tak berdosa. Kemudian ia baru tersadar bahwa ia belum menjawab sapaan temannya itu.

“Iya Nis…, maaf tadi aku lagi bengong”, jawabnya pelan.

“Hey…ya ndak papa Shafa. Tapi jangan suka bengong begitu saat di jalan. Bahaya lho ya????

“Iya, sekali lagi maaf..”, jawab gadis itu dengan wajah lesunya.

Gadis cantik itu bernama Shifa Alliya. Fa.., begitulah ia sering disapa. Shafa adalah seorang mahasiswi pintar dan baik hati. Dia aktif dalam setiap kegiatan kampusnya. Shafa banyak disukai oleh teman-temannya karena kebaikannya. Annisa adlah tetangga Shafa yang telah menjadi teman baiknya sejak ia masih kecil.

“Berhentilah punya kebiasaan bengong kayak gitu!! Kalau kamu ada masalah cerita sajalah ma aku.”

“Kau masih percaya ma aku kan??” ucap Annisa dengan sedikit menggoda Shafa.

“Tentu aku percaya ma kamu Nis,,,tapi………”

“Tapi apa??” sahut Annisa.

“Ndak, aku malu cerita ma kamu soal ini. Mungkin nanti aku akn cerita tapi tidak untuk sekarang.” Jawab Shafa.

“Baiklah…, mungkin nanti ya!!” Annisa berkata sambil etrsenyum.

Begitulah perjalanan mereka berdua dilewati dengan obrolan-obrolan kecil di sepanjang jalan menuju rumah. Kemudian beberapa menit berlalu, dan akhirnya mereka berpisah di depan rumah Shafa.

……………

Adzan Maghrib mulai menggema di seantero jagad ini.

Di rumah Shafa, ia menunaikan shalat maghrib berjamaah bersama mama papanya. Sore itu begitu hening. Bunyi detak jam dinding terdegar dengan jelas. Tak lama kemudian, suasana berganti penuh canda tawa. Keluarga mungil itu makan malam bersama di ruang makan. Maklumlah di rumah itu, hanya 3 orang yang tinggal. Yaitu Papa, Mama, dan Shafa. Makan malampun terlewati. Keluarga itu terlihat harmonis. Beberapa saat kemudian, Shafa dengan bersemangat bergegas meninggalkan meja makan. Ia berpamitan pada mama dan papanya untuk beranjak ke kamar.

“Papa, Mama… Shafa ke kamar dulu ya??” pamit Shafa dengan sedikit manja.

“Iya sayang…” jawab mama papanya.

“Jangan lupa belajar, satu lagi tidurnya jangan terlalu malam.” Tambah mamanya.

“Siap mam..!” sahutnya sembari bergegas ke kamar.

Shafa merobohkan tubuhnya ke kasur empuknya. Ia berfikir sesuatu yang hari itu sedang menggelayuti fikirannya. Beberapa saat kemudian, ia menghampiri meja belajarnya dan mulai membolak-balik buku modulnya.

Jam demi jam telah berlalu…..

Kemudian ia memutuskan untuk menyudahi kesibukannya malam itu. Shafa melangkah ke luar kamar untuk mengambil air wudhu. Shalat isya’ pun telah dijalaninya.

Sesuatu itu masih menghantui pikirannya. Yahhh….kali ini ia benar-benar memikirkan seorang cowok yang telah menarik perhatiaanya itu. Kesan pertama ia bertemu dengan si doi ia terkesan padanya. Cowok itu tidak lain adalah Yudha. Cowok yang terkenal aktif dalam setiap kegiatan dan sholeh itu telah merebut hatinya. Dia merasa berdosa jika ia sampai salah mencintai seseorang yang baru pertama ia kenal itu. Karena ia takut mencintai orang yang salah.

Akhirnya ia menutup hari itu dengan berdo’a semoga Tuhan menunjukkan yang terbaik untuknya. Dia tak ingin mencintai seseorang melebihi kecintaannya pada Allah.

To be continue............

Karya : ERISCA FEBRIANA DIYANTICA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline