Lihat ke Halaman Asli

Erina Yatmasari

Dosen, penulis

[Kartini RTC] Satu Catatan Dokter Etri

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14290824821802406709

Buang saja semua angan-angan untuk menikahiku. Aku bukannya tidak ingin menikah, punya suami,

punya anak-anak dan tentunya punya keluarga besar.

Maafkan aku Radyan, bukan berarti kamu laki-laki yang tidak baik bagiku, tidak.

Aku sangat mengenalmu sebagai laki-laki dengan kemapanan dan kesetiaan.

Mami dan Papiku pun sangat mendorongku untuk menikah denganmu.

Hmmm... ya... ya... maafkan aku Radyan,

kalau selama ini aku mungkin telah membuatmu merasa sebagai kekasihku, atau bahkan calon suamiku.

Ah, menurutmu cinta yang dewasa dan serius tak perlu lagi kata ‘jadian’... ya... ya... ya...

aku setuju dengan pendapatmu itu,

Radyan... maafkan aku ya sekali lagi,

karena selama ini aku cuma bisa menganggapmu sebagai kakakku.

Mereka memang pasti sudah menunggu, dan betapa cerianya dengan ditandai jingkrakan

sambil berlari kecil mengikuti.

Ah sayang-sayang menu ini khusus buat kalian selalu, ada biskuit kecil-kecilnya,

kornet ikan salmon, dan sedikit kuah dari rebusan tongkol.

“Jadi kamu tidak pernah takut ya dengan toksoplasma?” Redi bertanya untuk meyakinkan.

“Ya tidaklah Red, justru tugasku untuk meluruskan hal seperti itu,” jawab Etri sambil tetap mengelus-elus

‘anak-anak kaki 4 berbulu’, nama sayang untuk kucing-kucing liar yang diasuhnya selama ini.

“Aku juga tidak takut rabies koq Et,” balas Redi

sambil ikut mengelus-elus anak asuh Etri yang sedang asyik makan di taman kota yang lama terbengkalai itu.

Mendadak dalam keasyikan mereka berdua tidak ada kata yang terucap lagi,

hanya tawa-tawa kecil mereka dan sesekali saling memandang.

Diam-diam Etri terbayang saat Radyan memintanya untuk menikah,

dan sebagai persiapan justru ia meminta Etri mengikuti tes toksoplasma.

Etri tahu di antara keluarganya serta teman-temannya, tidak suka hewan peliharaan,

apalagi hewan liar yang dianggap biang penyakit, yaitu kucing dan anjing.

Untuk apa susah-susah kuliah di kedokteran, dan sekarang telah menjadi dokter,

tetapi tidak mampu meluruskan pandangan banyak khalayak tentang toksoplasma yang selama ini kurang tepat.

Hanya Redi, sahabat masa kecilnya yang sangat memahami dan mendukung cita-cita Etri yang ini.

“Jadi, kamu marahan dengan Radyan nih ceritanya?” Redi membangunkan Etri dari lamunannya.

“Tidaklah. Aku tahu pasti dia juga tidak marah padaku. Aku hanya sedang berusaha memperbaiki mind set nya saja,”

jawab Etri tersenyum kecil.

“Tapi benarkah kamu hanya menganggapnya sebagai seorang kakak?”

Redi kali ini bertanya dengan menatap tajam Etri.

“Jangan serius-serius. Kamu cemburu ya?’ jawab Etri menggoda.

Sejak hari itu bertebaranlah semacam brosur berukuran sedang ke banyak khalayak,

yang isinya ‘Kucing bukan penular Toksoplasma,

cucilah tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menyentuh hewan peliharaan/liar,

kebersihan diri dapat mencegah dari berbagai penyakit’.

“Aku puas Red, meski aku belum tahu hasil pastinya,

tetapi aku yakin akan terjadi pergeseran ke arah budaya yang lebih positif,’’

Etri menyetir mobilnya sambil tersenyum kecil dan melirik Redi yang duduk di sampingnya.

“Setidaknya kamu telah berusaha Et, menyebarkan dua budaya positif sekaligus,

cuci tangan yang baik dan benar, serta peduli kepada hewan,” Redi mengiyakan sambil turut tersenyum lebar.

#Kartini RTC




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline