Kali ini, saya akan fokus membahas bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komunitas Muslim awal di Nusantara berada di Sumatra dan bukan Tatar Sunda sebagaimana anggapan Sofia Abdullah sebelumnya. Bagi saya, Orang Sunda di Nusantara ini adalah salah satu etnik yang paling loyal terhadap Agama Islam, tetapi merupakan fakta sejarah bahwa bukti-bukti awal adanya Komunitas Muslim Indonesia adalah di Sumatra.
Berita Tiongkok tentang Dinasti Tang, sebagaimana dikutip Sejarawan Ahmad Mansur, menyebutkan bahwa pada 674 M telah terdapat hunian Bangsa Arab Muslim di Pantai Barat Sumatra. Menurut Sejarawan Ahmad Mansur, Islam masuk ke Indonesia pada masa Khalifah Utsman bin Affan pada 644-656 M. Dan, Khulafaur Rasyidin atau Khilafah Islam pertama yang memerintah antara 632-661 M mengirim 32 utusan ke Tiongkok. Karena disebutkan bahwa utusan-utusan itu singgah di Indonesia, maka paling masuk akal, jika utusan-utusan tersebut singgah di Sumatra, jika dikaitkan dengan berita Tiongkok tersebut.
Mengapa saya berpendapat demikian? Karena berdasarkan catatan dari Penjelajah Arab Maroko Ibnu Batutah, saat hendak pergi ke Tiongkok, Ibnu Batutah lebih dahulu singgah di Sumatra yang kala itu menjadi pusat Kesultanan Samudra Pasai. Ini logis, karena singgah di Sumatra jauh lebih dekat untuk berlayar ke Tiongkok daripada ke Pulau Jawa yang terletak di selatan. Bisa diperkirakan, utusan-utusan tersebut menyebarkan Islam di Sumatra saat singgah disana, atau ada pedagang-pedagang Arab yang memang membangun pemukiman di Sumatra.
Dalam Catatan Tiongkok, orang-orang Arab kerapkali disebut sebagai Dazi atau Ta Shih. Nah, disini kita akan menjelaskan hadits Abu Said tentang Raja Hindia yang mendatangi Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam dan memberikan hadiah berupa jahe, DR.Kasori Mujahid menafsirkan Hindia disini adalah Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan. Kemungkinan Raja Hindia atau Malik Al-Hindi disini adalah seorang Raja Sriwijaya atau setidaknya seorang bangsawan bawahan Kerajaan Sriwijaya, mengapa demikian? Karena pusat rempah-rempah kala itu adalah Kerajaan Sriwijaya dan hadiah yang diberikan di hadits ini adalah jahe.
Jika misalkan Sofia Abdullah menafsirkan bahwa raja yang dimaksud ini adalah seorang Bangsawan Sunda, maka penafsiran itu kurang tepat. Dikarenakan, sebagaimana catatan Tome Pires, komoditi utama Negeri Sunda adalah lada. Sedangkan hadiah yang ada di hadits ini adalah jahe, maka asumsi Sofia Abdullah yang mengaitkan hadits ini dengan legenda Kian Santang dari Sunda yang bertemu Rasululllah Shallahu Alaihi Wasallam di Makkah adalah keliru.
DR.Kasori menyebutkan bahwasannya salah seorang Raja Sriwijaya menulis surat kepada Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan, dan pada 718 M, sebuah surat dari Raja Sriwijaya ditujukan pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Redaksi surat yang dikirim Raja Sriwijaya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai berikut:
"Dari Raja di Raja yang merupakan keturunan dari ribuan raja, dari memiliki permaisuri dari keturunan ribuan raja, yang dikandangnya memiliki ribuan gajah, yang memiliki wilayah dua sungai yang mengairi gaharu, kayu, wewangian, pala, kamper yang harumnya menyebar hingga jarak dua belas mil. Kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan, aku mengirim hadiah yang tidak seberapa. Tetapi hanya sebagai penghormatan, dan aku berharap anda mengirimkan kepadaku seseorang yang bisa mengajarkan Islam dan menjelaskannya padaku. Wassalam.
Dalam catatan Nuaim bin Hammad, Raja Sriwijaya itu disebut sebagai Raja Hindia ( Arab: Malik Al-Hind). Berdasarkan tahun kekuasaannya yaitu 718 M, DR.Kasori Mujahid mengidentifikasi tokoh ini sebagai Raja Sri Indrawarman yang memerintah Kerajaan Sriwijaya antara tahun 702-728 M.
Riwayat Makki bin Ahmad menyatakan bahwa di Negeri Hindia berkuasa seorang raja yang sangat tua bernama Sri Baduga yang berusia 925 tahun. Sri Baduga masuk Islam atas ajakan beberapa utusan Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam. Menurut Kitab Babul Ulum, Sri Baduga inilah yang memberikan hadiah jahe pada Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam dan disebutkan kala itu usia Sri Baduga 460 tahun ( jangan rancukan dengan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Di Pakuan Pajajaran, Raja Sunda Pajajaran terbesar yang hidup sekitar abad ke-15 M).
Makki bin Ahmad menceritakan bahwa riwayat usia Sri Baduga yang sampai 925 tahun itu ia dapatkan dari Ishaq bin Ibrahim darisini bisa dipastikan bahwa ada kemungkinan Sri Baduga yang ini pernah menjabat sebagai Raja Sriwijaya sebagaimana pendapat DR.Kasori Mujahid, kemudian mengundurkan diri karena usia tua.