Akhir-akhir ini, kita sering mendengar isu IKN yaitu Ibukota Negara yang rencananya akan dipindah ke Pulau Kalimantan. Dan dibangun dengan nama Nusantara, terlepas dari pro kontranya soal IKN tersebut, apa peristiwa penting di Kalimantan yang menjadi awal bangkitnya sejarah kita?. Apa nilai historis dibalik Kalimantan yang tersembunyi di balik ini? Yuk kita telisik.
Menurut Sejarawan Robert Cribb, Kerajaan Kutai diperkirakan muncul sekitar tahun 400 M bersama dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Menurut Bernard.H.M.Vlekke, prasati yang ditinggalkan Kerajaan Kutai yakni Prasasti Muarakaman merupakan prasasti tertua di Nusantara.
Prasasti Muarakaman pertama memuat silsilah Kerajaan Kutai yang intinya adalah Leluhur Kerajaan Kutai bernama Kudungga yang lalu dilanjutkan anaknya, Aswawarman, dan Aswawarman dilanjutkan oleh Mulawarman.
Prasasti ini mengenang kebaikan Raja Mulawarman yang telah mengadakan selamatan dan kebaikannya diabadikan oleh para brahmana dalam prasasti ini. Prasasti ini memuji kebaikan Mulawarman yang mengadakan upacara Bahu Swarnakam atau emas yang sangat banyak artinya. Waw, bisa dibayangkan yah seberapa kaya Kerajaan Kutai kala itu.
Prasasti Muarakaman kedua memuat persembahan kepada para brahmana sebanyak 20.000 ekor sapi. Prasasti Muarakaman ketiga juga memuji kebaikan Raja Mulawarman, Prasasti Muarakaman keempat tidak terbaca hurufnya karena terlalu aus. Prasasti Muarakaman kelima memuat persembahan Raja Mulawarman berupa minyak kental dan lampu dengan kelopak bunga.
Adapun Prasasti Muarakan keenam juga memuat sedekah yang dilakukan Raja Mulawarman berupa air, keju, dan minyak wijen. Prasasti Muarakaman ketujuh menceritakan upaya penaklukkan Raja Mulawarman terhadap raja-raja lain antara lain Raja Yudhistira.
Nah, sekarang mari kita analisis bagaimana sejarah Kerajaan Kutai Kuno yang telah dibahas dalam prasasti tersebut.
Pertama, nama dan asal-usul Kutai. Nama Kutai sendiri tidak disepakati oleh para sejarawan karena nama ini tidak tercantum di Prasasti Muarakaman dan merupakan nama yang diberikan peneliti Belanda berdasarkan lokasi ditemukannya Prasasti Muarakaman.
Nama-nama yang digunakan oleh mereka untuk menyebut Kerajaan Kutai berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai Kutai Mulawarman, Kutai Martadipura, Kutai Mulawarman Ing Martadipura dan sejenisnya. Jadi, singkatnya ada ketidaksepakatan nama kerajaan ini dikarenakan tidak tercantumnya nama kerajaan di prasasti. Juga, kurangnya naskah primer yang mengungkap masalah kerajaan ini. Sejarawan Constantinus Alting Mees justru menyangkal bahwa Koloni Hindu di dekat Sungai Mahakam itu tidak pernah dinamai Kutai.
Ada naskah yang menjelaskan hal ini tidak? Jawabannya ada, yaitu Salasilah Kutai yang ditulis pada 1849 M. Akan tetapi, menurut Sejarawan Asisi Suharyanto, catatan sejarah dalam kitab inipun diragukan karena ditulis terlalu jauh dengan masa kejadian.