Hmm, siapa diantara kita yang tidak mengenal Kerajaan Majapahit? Pasti sebagian besar dari kita sudah mengenalnya ya, sebuah kerajaan besar yang wilayahnya meliputi seluruh Nusantara. Menurut Mpu Prapanca, seorang sastrawan masa itu yang menulis naskah Negarakretagama, wilayah Majapahit bahkan membentang ke timur sampai Nusa Tenggara dan Maluku serta ke barat sampai Jambi dan Palembang. Hari ini, saya akan membahas salah satu tokoh kontroversial dalam Sejarah Majapahit, beliau adalah Ranggalawe yang berasal dari Tuban.
Sebagian dari para sejarawan seperti Kyai Agus Sunyoto berpendapat bahwasannya Ranggalawe adalah seorang Muslim. Hal itu diperkuat pula oleh Sejarawan M.C.Ricklefs yang menunjukkan beberapa bukti bahwasannya di dekat Ibukota Majapahit, di Mojokerto, Jawa Timur, terdapat beberapa makam yang diduga kuat merupakan para mualaf. Menurut MC.Ricklefs, selama masa kejayaannya, beberapa Bangsawan Majapahit telah menjadi mualaf. Menurut saya, mungkin saja dakwah Islam telah berlangsung dari ketika Majapahit berdiri, namun untuk Ranggalawe, saya belum menemukan bukti kuat bahwa tokoh yang satu ini benar-benar sudah masuk Islam, tapi menurut Kyai Agus Sunyoto, di makam Ayah Ranggalawe, Arya Wiraraja, ada makam yang menunjukkan pemiliknya beragama Islam, dan darisitu, saya berhipotesa kemungkinan besar Ranggalawe ini beragama Islam, meskipun belum ditemukan catatan tentang hal ini dari berbagai catatan sejarah Kerajaan Majapahit.
Nah, dalam sejarah, Ranggalawe dikenal sebagai seorang pemberontak yang melawan Kerajaan Majapahit, padahal dia sendiri berjasa membantu Dyah Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Parahnya lagi, situs-situs di internet memberitakan bahwa Ranggalawe ini memberontak karena menginginkan jabatan Mahapatih.
Sebelumnya perlu kita mengetahui siapa Ranggalawe dan apa jasanya bagi pendirian Kerajaan Majapahit. Jadi, Ranggalawe ini bukan Orang Jawa yah, dia adalah Orang Madura, anak dari Penguasa Madura, Arya Wiraraja.
Perlu diketahui, bahwasannya Kerajaan Majapahit didirikan oleh Dyah Wijaya atau yang bisa kita sebut sebagai Raden Wijaya dengan membuka Hutan Tarik di sebelah timur Kota Mojokerto saat ini. Raden Wijaya merupakan menantu Prabu Kertanegara, Raja Kerajaan Singosari.
Masa itu merupakan masa kejayaan Imperium Mongol dibawah komando kaisarnya yang terbesar yaitu Kubilai Khan. Pada 1280 dan 1287 M, Kubilai Khan mengirim tentaranya ke Asia Tenggara, tepatnya ke wilayah Anam, Kamboja, dan Binma untuk memaksa raja-rajanya tunduk pada Kekuasaan Mongol. Pada 1289 M, Kubilai mengirim utusan kepada Raja Singosari yaitu Kertanegara untuk memaksanya tunduk, akan tetapi Kertanegara justru mempermalukan utusan Mongol dengan menuliskan pesan didahinya dan memulangkannya.
Pada 1292 M, Kubilai Khan mengirim armada lautnya dengan 20.000 tentara ke Jawa untuk menyerang Singosari dengan dipimpin oleh 3 panglimanya, Shih Pi, Kaw Sing, dan Ike Mese. Saat itu, kebetulan Dyah Wijaya sedang berperang melawan Jayakatwang yang membunuh mertuanya , Prabu Kertanegara dan Dyah Wijaya kuwalahan menghadapi kekuatan Jayakatwang, sang Penguasa Daha, dan dikejar-kejar oleh Pasukan Daha. Dyah Wijaya pun mengirim utusan kepada Pasukan Mongol untuk meminta bantuan. Maka, Pasukan Majapahit dan Pasukan Mongol bersama-sama menyerbu Daha atau Kediri dan Pasukan Daha dipimpin oleh Raja Jayakatwang dan panglimanya yaitu Sagara Winotan. Ranggalawe turut bergabung dengan Tentara Majapahit dan berjuang dengan gagah berani hingga berhasi membunuh Sagara Winotan dan Pasukan Daha kucar-kacir, Raja Daha ditawan Pasukan Mongol.
Pasukan Mongol menuntut upeti dari keberhasilan ekspedisi ini yaitu dua orang putri Kerajaan Kediri, salah satunya Istri Dyah Wijaya, Gayatri. Ranggalawe membangkitkan semangat Pasukan Majapahit berbalik melawan Pasukan Mongol. 200 orang Utusan Mongol pun datang ke Canggu untuk menagih upeti tersebut, salah satu Komandan Majapahit yaitu Ken Sora memberitahukan Pasukan Mongol supaya meletakkan senjata mereka. Sesampainya di Canggu, justru Pasukan Majapahit berbalik melawan Mongol dan membuat mereka kucar-kacir.
Pasukan Mongol masih menduduki Kota Kediri, Tentara Majapahit mengepung Kota Kediri dan melakukan serangan terhadap Tentara Mongol yang lengah karena pesta pora. Pasukan Mongol melarikan diri dari serangan ini dan kembali masuk ke perahu-perahu mereka.
Pada 1293 M, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana, Raden Wijaya lalu mengangkat seorang patih yang bodoh dan pengecut bernama Nambi, sehingga hal itu menyulut kemarahan Ranggalawe dan Ranggalawe memutuskan melancarkan perlawanan bersenjata melawan Kerajaan Majapahit setelah protesnya tidak didengar. Pertempuran pecah antara para pengikut Ranggalawe melawan Pasukan Majapahit dimana Ranggalawe terbunuh di tangan Kebo Anabrang. Peristiwa ini terjadi pada 1295 M.