[caption id="" align="aligncenter" width="655" caption="Albert Einstein (sumber: http://www.friendship-quotes.info/)"][/caption] Mungkin sebagian orang, teristimewa mereka yang berkecimpung dalam dunia perkembangan anak, sudah begitu familiar dengan istilah "late bloomer". Saya sendiri baru mendengar istilah ini dari istri saya, yang memang pengetahuan soal perkembangan anaknya jauh melampaui pengetahuan saya. "Late bloomer" ini mengacu pada individu yang perkembangan fisik, kecerdasan atau bakatnya tidak nampak sampai usia tertentu yang relatif tertinggal dibandingkan dengan perkembangan sebayanya. Biasanya, terma ini dipakai untuk merujuk pada bayi atau anak kecil yang pertumbuhannya relatif agak lamban dibanding anak lain dalam rentang usianya. Namun, lazimnya, anak seperti ini bisa mengejar ketertinggalannya pada usia tertentu. Saya sendiri tidak begitu acuh dengan "vonis" late bloomer terhadap bayi saya, karena berdasarkan pengalaman orang tua sendiri dan beberapa rekan orang tua lain yang saya kenal, bayi atau anak tumbuh berkembang secara unik. Walaupun 'keharusan' atau 'kelaziman' dalam bentuk teori, milestones dan sejenisnya merinci apa yang harus diraih anak pada setiap tahap perkembangannya, kenyataan sering berkata sebaliknya. Setiap anak sepertinya memiliki temponya masing-masing dalam pertumbuhannya. Bahkan, katanya, anak kembar pun pertumbuhannya tidak selamanya 'kembar'. Inilah yang membuat saya relatif tenang menghadapi kenyataan bahwa sampai saat ini si kecil yang sudah berusia hampir 9 bulan belum terlihat mau merangkak. [caption id="" align="alignleft" width="640" caption="Inilah si kecil yang katanya "]
[/caption] Apalagi berkaca pada pengalaman sendiri (menurut penuturan orang tua, tentunya) yang ketika kecil pertumbuhan fisik saya tidak secepat anak lainnya. Katanya, saya baru bisa menahan kepala untuk bisa tegak pada usia satu tahun, yang terbilang sangat telat untuk perkembangan seorang anak. Pun, saya baru bisa berjalan pada usia dua tahun. Walaupun demikian, saya bisa mengejar semua ketertinggalan itu. Sekarang, saya tidak beda dengan rekan sebaya lainnya. Itulah yang sering saya kemukakan kepada istri saya untuk mengurangi rasa kekhawatirannya akan perkembangan si kecil. Setelah saya mencari sedikit informasi ikhwal "late bloomer" ini di internet, ada satu hal yang cukup 'melegakan'. Rupanya, sejumlah orang hebat semisal Thomas Edison dan Albert Einstein tergolong orang yang pernah dicap "late bloomers". Edison, misalnya, hanya betah bersekolah formal selama tiga bulan karena gurunya tidak tahan dengan pikiran-pikiran Edison yang wild. Einstein pun ternyata mengalami kesulitan berbicara ketika kecilnya. Sekalipun kasus yang dialami si kecil tidak sepadan dengan kasus kedua orang besar ini, siapa tahu si kecil menyimpan talenta luar biasa yang baru menyeruak ketika dia remaja atau beranjak dewasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H